Positif Thinking

Justitia Rueat Colouem : Hukum tetap harus di tegakkan Meski langit akan Runtuh

Minggu, 22 Juni 2014

hadis khilafah


1.      Terjemahannya :
Diriwayatkan dari Yahya bin Musa, dari Abdurrazzaq, dari Ma'mar, dari AzZuhri, dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari bapaknya, ia berkata, "Dikatakan kepada Umar bin Khaththab, "Bagaimana seandainya engkau menunjuk khalifah pengganti?" Umar menjawab, "Jika aku menunjuk khalifah pengganti maka sesungguhnya Abu Bakar pernah menunjuk khalifah pengganti dirinya. Jika seandainya aku tidak menunjuk khalifah pengganti maka sesungguhnya Rasulullah tidak menunjuk khalifah pengganti. Dia berkata “Râghib Râhib” (sesungguhnya aku takut kepemerintahan ini jatuh kepada orang-orang yang ambisius dan aku taku pula ia jatuh kepada orang-orang yang penakut terhadap kepemerintahan). Aku ingin mengakhiri karir kepemerintahanku ini dalam keadaan cukup. Kepemerintahan ini tidak menguntungkanku dan tidak pula merugikannku, aku tidak pula akan memikul kepemerintahan ini baik dalam keadaan hidup dan tidak pula dalam keadaan mati.
2.      Asbabul Wurud
Asbabul wurudnya adalah berkaitan dengan detik-detik terakhir berakhirnya karir kepemimpinan Umar setelah tertusuk oleh Abu Lu’lu’. Tampaknya Umar tidak langsung meninggal setelah tertusuk tetapi masih bisa bertahan beberapa saat, sehingga kemudia datang seorang sahabat yang mengajukan pertanyaan kepadanya perihal pengganti dirinya guna melanjtukan tongkat estafet kepemerintahannya. Setelah itu Umar memberikan statementnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari itu. Selain memberikan statement yang cukup kontroversial, Umar juga memberikan tawaran berupa tim formatur untuk memilih dan menunjuk siapa gerangan yang pantas untuk menjadi penggatinya. Tim formatur itu biasa dikenal dengan sebutan ahl al-Halli wa al-‘Aqdi.
Sedang Istinbath hukumnya adalah bahwa khilafah atau kepemerintahan bukanlah persoalan ibadah yang harus selalu didogma oleh agama (Islam). Hal ini jelas dalam kata kunci itu dimana Umar menolak praktek yang dilakukan oleh Abu Bakar dan juga Nabi Muhammad Saw. terhadap persoalan kekhilafahan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Umar lah satu-satunya orang yang membuat “bid’ah” pertama dalam persoalan kekhilafahan (kepemerintahan).  Sehingga konsekuensi hukumnya adalah bahwa setiap orang boleh melakukan ijtihad berdasarkan argumentasi yang diusungnya mengenai sistem kepemerintahan yang diinginkannya selagi kepemerintahan itu menjadi wadah yang benar-benar menampung berbagai aspirasi demi tercapainya kemaslahatan rakyatnya. 
3.      I’rabnya :
ألا تستخلف=> وإعربه الهمزة حرف الإستفهام/ألا=> حرف عرض 
لا=> لا ناهية، تستخلف => فعل مضارع مرفوع لتجرده على الناصب والجازم وعلامة رفعه ضمة ظاهرة فى آخيره ، والفاعل ضمير مستتر فيه وجوبا تقديره أنت.
إن تستخلف=> (إن) حرف شرط،( استخلف)=> فعل مضارع مجزم بإن وعلامة جزمه السكون والفاعل ضمير مستتر فيه وجوبا تقديره انا
" فقد استخلف من هو خير مني أبوبكر" =>( ف) = الفاء جواب الشرط وجزاءه، (قد) => حرف تحقيق. استخلف=> فعل ماض مبني على فتحة ظاهرة في آخره.
 من=> اسم موصول مبني على السكون في محل رفع فاعله. هو=> صيلة من وعائده مبني على الفتح في محل رفع مبتداء. خير=> خبر المبتدأ وهو مرفوع وعلامة رفعه ضمة ظاهرة في أخيره. منّي=> من حرف جر، والياء ضمير بارز متصل مبني على السكون في محل جر مجرور بمن الجار والمجرور متعلّق بخير. أبو بكر=> بدل من وهو بدل كل من كل، والبدل على المرفوع مرفوع وعلامة رفعه الواو نيابة من الضمة لأنه من الأسماءالخمسة. أبو=> مضاف، بكر مضاف اليه وهو مجرور بالمضاف وعلامة جره كسرة ظاهرة في أخره.
لا لي ولا عليّ=> لا نافية ، لي=> اللام حرف جر، والياء ضمير بارز متصل مبني على السكون في محل جر مجرور باللام، و=> الواو حرف عطف، لا=> لا نافية، علي=> على حرف جر والياء ضمير بارز متصل مبني على السكون في محل جر مجرور بعلى.  



Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Al 'Ala telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya dari Ibnu Umar dia berkata, "Aku ikut hadir ketika ayahku kena musibah (ditikam oleh seseorang). Para sahabat beliau yang hadir ketika itu turut menghiburnya, kata mereka, "Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan." Umar menjawab, "Aku penuh harap dan juga merasa cemas." Mereka berkata, "Tunjukkanlah pengganti anda (sebagai Khalifah)!" Umar menjawab, "Apakah aku juga harus memikul urusan pemerintahanmu waktu hidup dan metiku? Aku ingin tugasku sudah selesai, tidak kurang dan tidak lebih. Jika aku menunjuk penggantiku, maka itu pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik daripadaku, yaitu Abu Bakar As Shidiq. Dan jika pengankatan itu aku serahkan kepada kalian, maka itu pun pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dari aku, yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Abdullah berkata, "Dari penuturannya itu, tahulah aku bahwa dia tidak akan menunjuk penggantinya untuk menjadi Khalifah


sebab – sebab perbedaan matan
1. al-Riwayah Bi al-Ma'na
2. Meringkas dan menyederhanakan matan Hadits
3. Al- Qolb fi al-Matan. Sebab Al- Qolb fi al-Matan ini terlaku pada hadits maqlub. Pengertian hadits maqlub ialah perubahan dalam matan atau sanad hadits, adakalanya dengan terbalik lafadz yang seharusnya diawal diletakkan diakhir atau sebaliknya
4. Idhtirab. Hadits yang terdapat idhtirab dinamakan hadits mudhtarib. Definisinya yaitu Satu hadits yang berbeda-beda cara periwayatannya, satu perawi meriwayatkannya dengan cara/lafadz "A" dan yang lain dengan cara/lafadz "B". Tetapi sebenarnya hadits itu bisa dikatakan Mudhtarib jika riwayatnya sama dan  keduanya tidak bisa ditarjih
5.    Idraj ( penyelipan dalam hadits )
Idraj ialah penyelipan dalam matan atau sanad oleh perawi dari kalangan sahabat atau yang lain, sehingga perawi lain menyangka selipan itu dari matan atau sanad
6.   Ziyadat al-Tsiqat
penyebab yang keempat ialah penambahan redaksi hadits oleh perawi yang tsiqah adil dibanding hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi tsiqah yang lain.
Sebab – sebab perbedaan matan dari segi sanad
1)      Idraj ( penyelipan dalam hadits )
Penjelasan idraj sudah diterangkan diatas. Hanya saja pada bagian ini termasuk idraj dalam sanad sehingga menjadikan perbedaan dalam matan.
2)      Al- Qolb fi al-Matan
3)      Idhtirab
4)      Ziyadat al-Tsiqat




Teori Al-Mawardi

1.      Bahwa mendirikan sebuah khilafah (pemerintahan) adalah wajib berdasarkan ijma’;
2.      Mendirikan sebuah kepemerintahan wajib menggunakan akal apabila di daerah itu terdapat para intelektual yang bisa dipasrahi persoalan itu, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kezaliman, mencegah terjadinya konflik yang saling menyalahkan dan saling debat di antara mereka;
3.      Tetapi kelompok lain menyatakan bahwa dalam mendirikan sebuah kepemerintahan harus berdasarkan syariat dan tidak boleh menggunakan akal. Karena seorang pemimpin akan menghadapi terhadap persoalan-persoalan syariat. Menurut mereka akal hanya berfumgsi untuk mengatur dirinya sendiri agar terhindar dari perbuatan zalim, permusuhan dan menegakkan keadilan dalam setiap interaksinya.
4.      Dalam pemerintahan hukum menjadi pemimpin adalah fardu kifayah. Sehingga apabila terdapat seorang yang menjadi pemimpin maka gugur kewajiban yang lainnya. Akan tetapi, apabila tiada seorang pun yang menjadi pemimpin dalam keperintahan itu, maka terdapat dua golongan dalam menyikapi hal ini. Yaitu (1) Ahl al-Ikhtiyâr dan (2) Ahl al-Imâmah. Menurut Ahl al-Ikhtiyâr keberadaan kosongnya pemimpin itu ditunggu sampai mereka memilih seseorang sebagai pemimpin. Sedang menurut Ahl al-Imâmah keberadaan itu ditunggu sampai terdapat seorang di antara mereka yang mengajukan diri untuk menjadi pemimpinnya. Kedua kelompok ini sepakat bahwa mengakhirkan waktu dalam masa tunggu untuk mencari pemimpin itu tidak lah dosa.
5.      Adapun syarat-syarat menjadi pemimpin yang diberikan oleh kedua kelompok itu adalah; (1) Ahl al-Ikhtiyâr. Menurut mereka syaratnya ada tiga yaitu : (a) adil dalam segala aspeknya, (b) memiliki pengetahuan mengenai pemerintahan, (c) memiliki kapasitas keilmuan dan pandangan yang luas, sehingga ia dapat memilih seseorang  yang paling baik dan paling paham terkait dengan masa depan kemaslahatan umat dalam mengisi sektor keperintahan itu. Sedang menurut (2) Ahl al-Imâmah terdapat tujuh syarat untuk menjadi pemimpin. Di antaranya; (a) adil dalam segala aspeknya, (b) memiliki pengetahuan untuk menjaga pemerintahannya dari malapetaka dan membuat undang-undang, (c) tidak cacat seluruh panca inderanya, (d) tidak cacat anggota tubuhnya, (e) memiliki pandangan yang luas dalam mengatur rakyatnya dan memikirkan kemaslahatannya, (f) berani dan tegas dalam melindungi rakyatnya dan menjaga dari serangan musuh, (g) harus bernasab dari kalangan bani Quraisy.

0 komentar:

Posting Komentar