Pendahuluan
Adalah
suatu keharusan bagi setiap insan yang sudah melakukan pernikahan yaitu saling
menghormati, menyayangi mengasihi dan saling menjaga hak-hak dan kewajiban-kewajiban
atara satu individu dengan individu lainnya. Agar terciptanya keluarga yang
harmonis, maka setiap individu harus saling mengerti dan memahami satu sama
lain karna pernikahan bukanlah sesutu yang main-main. kami meyakini bahwa setiap manusia tidak ada
yang menginginkan suatu pernikahan yang tidak harmonis bahkan sebaliknya mereka menginginkan
pernikahan yang kekal dan bahagia selama-lamanya. Tentu semua yang diinginkan
itu bukan dengan mudah dapat tercapai
melainkan dengan cara berikhtiar dengan seriaus untuk menjaga keutuhan rumah
tangga yang harmonis. Salah satu caranya yaitu masing-masing individu saling
mengetahui hak-hak dan kewajiban dalam berumahtangga. Berdasarkan surpai yang
dilakukan oleh lembaga sosial kecamaan Suralaga sebagaimana yang disampaikan
oleh Tuan Guru KH Zainul Majdi M.A dalam pidatonya pada pengajian Tahunan pada tanngal satu
Muharram 1432 hijriyah mesnyimpulkan bahwa penyebab terjadinya huru hara yang
tidak dinginkan dalam pernikahan salah satunya adalah individu-individu yang
tidak mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam berumah tangga. Betapa
tidak, bagaimana bisa tercipta keluarga impian setiap insan apabila tidak
mengetahui hak-hak dan kewajiban masing-masing. Bagaimana bisa mengerjakan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban tersebut sedangkan pengetahauan akan itu belum ada.
Sungguh ironis apabila suatu pernikahan yang diidamkan harus berakhir dengan
perceraian. Berangkat dari hal yang kami sebutkan diatas maka kami membuat
makalah dengan judul hak-kak dan kewajiban-kewajiban suami isteri yang
inysaalloh bisa dibaca pada halaman berikutnya
Pembahasan
Kewajiban suami
Sebagaimana
yang terdapat dalam buku Hukum Perkawinan Islam karya Muhammad Idris Ramulyotahun
1999 sebagai berikut
è Suami
adalah pembimbing istri dan rumah tangganya. Akan tetapi mengenai hal-hal
urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami secara
bersama-sama.
è Suami
wajib melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah
tangga sesuai dengan kemampuannya.
è Suami
wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberikan kesempatan belajar
perngetahuan yang berguna dan bermamfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
è Sesuai
dengan penghasilannya suami menanggung:
2. Biaya
rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi istri dan anak[3]
3. Biaya
pendidikan bagi anak[4]
Tempat kediaman
Sebagaimana
yang terdapat dalam Fiqih Munakahat karya Drs. Supriatna dan kawan-kawan pada
halaman 155-156 sebagai berikut:
è Suami
wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya, atau bekas
istri yang masih dalam iddah
è Tempat
kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama dalam ikatan
perkawinan, atau dalam iddah takak atau iddah wafat
è Tempat
kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak
lain, sehinnga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi
sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan sebagai tempat menata dan mengatur
alat-alat rumah tangga
è Suami
wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta disesuaikan
dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya baik berupa alat kelengkapan rumah
tangga maupun sarana penunjang lainnya
Kewajiban suami yang memiliki
isteri lebih dari satu
è Suami
yang memiliki istri lebih dari seorang berkewajiban memberi tempat tinggal dan
biaya hidup kepada masing-masing istri secara seimbang menut besar dan kecilnya
jumlah keluarga yang ditanggung masing-masing isteri kecuali jika ada janji
perkawinan
è Jika
para istri rela dan ikhlas suami dapat menempatkan istri-istrinya dalam satu
tempat kediaman
Kewajiban istri
è Kewajiban
utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir dan batin kepada suami dalam
batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam
è Istri
menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan
sebaik-baiknya
è Istri
dianggap nusyuz[5]jika
ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 83 ayat 1[6]
kecuali dengan alasan yang sah
è Selama
istri dalam nusyuz, kewajiban suami dalam istri yang tersebut pada pasal 80
ayat 4[7]
hurup a dan b kecuali hal-hal kepentingan anaknya
è Kewajiban
suami tersebut pada pasal 2 diatas berlaku kembali setelah istri tidak nusyuz
è Ketentuan
tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan ata bukti yang
sah.
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban
bersama
è Suami
istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat[8]
è Suami
isteri memilki kedudukan yang seimbang dalam kedudukan hukum terhadap
hartabersama dan dalam pergaulan hidup masyarakat[9]
è Suami
sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga dan masing-masing
pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum[10]
è Suami
istri harus mempunyai tempat tinggal bersama yang tetap yang ditentukan oleh
kedua belah pihak. Suami istri wahib saling mencintai, hormat menghormat, setia
dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lainya[11]
è Suami
wajib melindungi istrinyadan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah
tangga sesuai dengan kemampuannya sedangkan istri wajib mengatur urusan rumah
tangga sebaik-baiknya[12]
è Andaikan
suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing pihak suami atau istri
mengajukan gugatan kepada pengadilan. Bilamana cara melakukan gugatan dan
sampai dimana batas-batas tanggungjawab suami dan istri yang dapat dituntuk
pelaksanaanya belum diatur dalam PP nomor 9 1975[13]
Kesimpulan
Pelaksanaan
kewajiban sumai dan istri didasarkan dengan saling komunikasi dan saling
musawarah antar suami dan istri.
Suami
harus memilki kemampuan mengjaga dan memelihara utuhnya perkawinan dan dituntut
memiliki pengetahuan agama sehinngga dapat mengerjakan kewajiban sesuai dengan
tujuan syariat. Namun apabila dalam suatu pernikahan suami kurang memililki
pengetahuan agama mengenai hak-hak dan kewajiban berkeluarga dan istri lebih
mengetahaui, maka istri dianjurkan mengajarkan kepada suaminya karena
pernikahan merupakan proses saling mengenal.
Istri
yang baik adalah yang tidak memberatkan suaminya dengan artian bahwa istri diharapkan
tidak terlalu menuntut hal-hal yang tidak mungkin atau sulit untuk dapat
dipenuhi oleh suami. Dengan demikian pernikahan diharapkan menjadi lahan meraih
kebahagian baik didunia dan diakhirat
Daftar
pustaka
Ramulyo, Mohd Idris, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1999.
Supriatna,
dkk, Fqih Munakahat 1, Yogyakarta:
Bidang Akademik, 2008
Supriatna,
dkk, Fqih Munakahat 2, Yogyakarta:
Bidang Akademik, 2008
Kompilasi
Hukum Islam, (tt) Surabaya: Arkola
[1] Nafkah dibagi menjadi 2 bagian
yaitu nafkah mahdiyah dan nafkah kmut’ah. Mafkah mahdiyah adalah sesuatu yang
dikeluarkan oleh suami dari hartanya kepada istrinya berupa hal-hal yang
bersifat lahiriah atau materi. Kewajiban ini berlaku didasarkan pada prinsip
pemisahan harta antara suami dan istri. Nafkah Mut’ah adalah pemberian suami
kepada istri yang dicerainya sebagai kompensasi (Kompilasi Hukum Islam, Surabaya: Arkola), Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Sinar
Grafika. 1999
[2]Drs. Supriata, dkk, Fiqih munakahat 1, (Yogyakarta: Bidang
Akademik), 2008, hlm.155
[3]Ibid.
[4]Ibid.
[5]Nusyuz adalah pelanggaran istri
terhadap perintah dan larangan suami secara mutlak, akan tetapi nusyuz juga
dapat terjadi kepada suami apabila suami tidak menjalankan kewajiban yang
menjadi hak-hak istri seperti memberi nafkah dan lain sebagainya. Terdapat 4
ayat yang menggunakan kata nusyuz dalam al-Quran yaitu sutat al-Mujaddalah ayat
11, al-Baqah ayat 259, Ali Imran ayat 34 dan 128
[6]Kewajiban utama
bagi seorang istri adalah berbakti lahir dan batin kepada suami dalam
batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam, (Fiqih Munakahat 2, Yogyakarta: Bidang akademik), 2008, hlm. 156
[7]Pertama: Suami adalah pembimbing isteri dan rumah
tangganya. Akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang
penting-penting diputuskan oleh suami secara bersama-sama, Kedua:Suami wajib melindungi isteri dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, Ketiga:Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan
memberikan kesempatan belajar perngetahuan yang berguna dan bermamfaat bagi
agama, nusa dan bangsa. (Supriatna, dkk, Fiqih
Munakahatn 2, Yogyakarta: Bidang Akademik, 2008 hlm. 154
0 komentar:
Posting Komentar