PENDAHULUAN
Ketentuan mengenai hukum waris di indonesia masih problematika,
karena saat indonesia merdeka belum ada ketentuan hukum nasional yang mengatur
mengenai masalah kewarisan tersebut. Oleh karena itu untuk menghindari
kekosongan hukum, berdasarkan pasal II aturan peralihan undang-undang dasar
1945 masih dimungkinkan untuk tetap memberlakukan KUHPerdata, hukum adat, dan
Hukum Kewarisan islam yang mana sebelumnya telah berlaku (pasal 131 IS). Hukum
islam telah mengatur tentang hukum waris, seiring perkembangan zaman hukum
waris dituangkan dalam kompilasi hukum islam (KHI). Sebagai mana yang tercantum
dalam UU no 3 tahun2006 tentang
perubahan atas UU no 7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
Di
dalam penjelasan umum undang-undang nomor 7 tahum 1989 tersebut masih membuka
kemungkinan tentang hak opsi (hak para ahli waris untuk memilih hukum waris
mana yang mereka sukai untuk
menyelesaikan perkara warisan mereka.[1]
Sedang berdasrkan penjelasan UU no 3 tahun 2006 ketentuan mengenai adanya
kemungkinan hak opsi tersebut telah dihapuskan.
Hukum kewarisan itu sendiri
merupakan salah satu masalah penting yang mendapat perhatian khusus dalam agama
islam. Allah sendiri di dalam Al-Quran sebagai sumber utama hukum islam
memberikan perhatian khusus mengenai masalah ini. Hukum kewarisan islam
ditetapkan Allah secara rinci (tafsili) lebih detail bila dibandingkan
dengan informasi dan ketetapan hukum yang lain. Hal ini di atur secara rinci
agar tidak terjadiperselisihan antara sesama ahli waris sepeninggal pewaris
yang hartanya diwarisi.
Agama menghendaki prinsip adil sebagai salah satu pembinaan
masyarakat, yang mana hal ini tidak akan terwujud tanpa ditunjang dengan
pemahaman dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut dengan baik. Oleh karena
itu, mempelajari dan melaksanakan hukum kewarisan ini adalah suatuhal yang bisa
dikatakan wajib bagi umat islam.[2]
Salah satu hal yang menarik untuk dikaji dalam keawarisan yaitu
penundaan kewarisan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat karena sesuatu hal
yang dianggap memberi maslahat di dalamnya.
Maka dalam makalah ini akan dijelaskan secara ringkas tentang penundaan pembagian warisan.
A.
Rumusan
masalah
1.
Apa pengertian penundaan pembagian warisan ?
2.
Apa saja faktor penundaan pembagian warisan?
B.
Tujuan
penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian penundaan pembagian
warisan
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor penundaan pembagian warisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penundaan
Pengertian Penundaan yang dimaksud penundaan pembagian harta
warisan adalah penundaan pembagian harta warisan yang berselang waktu semenjak
dari kematian pewaris sampai terlaksananya pembagian warisan,[3]
atau dengan kata lain ketika pewaris meninggal dunia, harta peninggalnya tidak
langsung dibagikan kepada ahli waris, namun di tunda sampai batas waktu
tertentu, yaitu menunggu sampai ahli waris yang ditinggalkanya telah dewasa,
mampu menghidupi dirinya sendiri dan tidak bergantung kepada harta orang tuanya lagi.
Praktik
penangguhan ini tidak berlaku apabila anak–anak ahli waris sudah dewasa
semua. Bila ternyata anak-anak ahli
waris telah dewasa semua maka harta tersebut akan segera dibagikan.
Dalam
Penundaan ini tidak ada nas secara tegas melarangnya namun mengakibatkan
dikesampingkanya nas yang pasti dari syariat. Dalam hukum kewarisan islam
ketika terjadi kematian maka harta yang ditinggalkan secara otomatis akan
berpindah kepada ahli waris. Praktik penangguhan ini apabila dilihat dengan
asas kewarisan islam yaitu asas ijbari,[4]
maka praktik ini tidak sejalan dengan apa yang dikehendaki hukum kewarisan
islam yang menghendaki pembagian harta warisan segera setelah terjadi kematian.
B.
Faktor Penundaan
Pembagian Harta Warisan dan Upaya dalam Mengatasi Dampak Negatifnya
1.
Faktor
Penundaan Pembagian Harta Warisan
a.
Penundaan
Atas Dasar Kesepakatan Setiap Ahli Waris
Penundaan atas dasar kesepakatan para ahli waris ini terjadi jika kesepakatan penundaan pembagian warisan disepakati olehs semua ahli waris tentang harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris.
b. Penundaan
Atas Dasar Menegakkan Rumah Tangga yang Terkecil
Jika terjadi suatu waktu semua ahli waris stelah berkeluarga dan mempunyai kehidupan yang layak. Namun ada salah satu anggota keluarga (ahliwaris) yang kehidupan berkeluarganya bisa dikatakan kekurangan atau pas-pasan, maka penundaan akan terjadi demi kemashlahatan. Menunggu ekonomi keluarga
yang terkecil ini stabil atau sudah bias mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
c.
Penundaan
Atas Dasar Sudut WaktuBerselangnya Anak-anak Mencapai Usia Dewasa
Menunggu anak yang belum mampu
(mentas) atau belum bias hidup mandiri beranjak dewasa. Maka pembagian warisanakan ditunda sampai si anak beranjak dewasa dan mampu menghidupi dirinya sendiri.
Faktor
Penundaan pembagian harta warisan Menurut ter Haar, belum terbaginya harta
warisan itu memang disediakan untuk mencukupi kebutuhan dan keinginan material
keluarga, selanjutnya Wirjono menyebutkan untuk menegakkan kelangsungan hidup
suatu keluarga terkecil.Menurut Hilman, tertundanya pembagian harta waris
disebabkan masih adanya salah satu dari orang tua, harta peninggalan terbatas,
pewaris tidak memiliki keturunan, para ahli waris belum dewasa, belum ada ahli
waris pengganti, diantara ahli waris
ada yang belum hadir, belum ada ahli waris yang berhak, dan belum diketahui hutang piutang. Sementara menurut Amir Syarifuddin tidak dibaginya harta warisan disebabkan karena tidak ada yang pantas dibagi, karena harta tidak dapat dibagi-bagi secara terpisah, karena memang ahli waris tidak menginginkan harta tersebut dibagi secara terpisah. Dan masih banyak lagi beberapa pendapat mengenai mengapa terjadinya penundaan pembagian harta warisan. Dampak negatif atas penundaan pembagian warisan: Berbagai kasus posisi kewarisan menunjukkan bahwa terangkatnya kasus kewarisan dipengadilan agama disebabkan banyaknya harta peninggalan yang tidak jelas, atau hilangnya data
peninggalan tersebut. Ketidak jelasan harta peninggalan atau hilangnya data itu disebabkan tidak tercatatnya ukuran luas dan jumlah harta peninggalan, dan juga tidak jelas mana harta bawaan suami istri, mana harta bawaan bersama. Dengan demikian akan menimbulkan masalah dalam penyelesaian pembagian warisan dari harta produktif yang akan dibagi. Bahkan dari ketidak jelasan harta peninggalan dapat memberikan peluang kepada ahli waris yang lemah imannya untuk memanipulasi data harta peninggalan tersebut.Juga bisa menimbulkan pertikaian yang berkepanjangan sehingga menyebabkan putusnya hubungan
tali silaturrahmi.
ada yang belum hadir, belum ada ahli waris yang berhak, dan belum diketahui hutang piutang. Sementara menurut Amir Syarifuddin tidak dibaginya harta warisan disebabkan karena tidak ada yang pantas dibagi, karena harta tidak dapat dibagi-bagi secara terpisah, karena memang ahli waris tidak menginginkan harta tersebut dibagi secara terpisah. Dan masih banyak lagi beberapa pendapat mengenai mengapa terjadinya penundaan pembagian harta warisan. Dampak negatif atas penundaan pembagian warisan: Berbagai kasus posisi kewarisan menunjukkan bahwa terangkatnya kasus kewarisan dipengadilan agama disebabkan banyaknya harta peninggalan yang tidak jelas, atau hilangnya data
peninggalan tersebut. Ketidak jelasan harta peninggalan atau hilangnya data itu disebabkan tidak tercatatnya ukuran luas dan jumlah harta peninggalan, dan juga tidak jelas mana harta bawaan suami istri, mana harta bawaan bersama. Dengan demikian akan menimbulkan masalah dalam penyelesaian pembagian warisan dari harta produktif yang akan dibagi. Bahkan dari ketidak jelasan harta peninggalan dapat memberikan peluang kepada ahli waris yang lemah imannya untuk memanipulasi data harta peninggalan tersebut.Juga bisa menimbulkan pertikaian yang berkepanjangan sehingga menyebabkan putusnya hubungan
tali silaturrahmi.
Di antara alasan-alasan di atas, yang merupakan alasan paling kuat dari
praktik penangguhan pelaksanaan pembagian harta warisan ini adalah bahwa harta peninggalan
tersebut ditun da pembagiannya karena para ahli waris menghendaki kelangsungan hidup
janda atau duda dan anak-anak pewaris yang belumdewasa (belum mentas) dan belum
bisa menghidupi dirinya sendiri.
Apabila harta warisan tersebut dibagi secepatnya setelah pewaris meninggal
dunia maka akan mengganggu kelangsungan hidup mereka. Mereka hidup bergantung dari
hasil harta warisan tersebut. Bagi anak-anak pewaris yang masih kecil,
sangatlah tidak mungkin untuk menghidupi dirinya sendiri tanpa menggunakan harta
orang tuanya sedangkan ia belum bekerja. Jadi dengan ditundanya pembagian harta tersebut, janda dan anak pewaris yang
belum mentas dapat tetap hidup layak seperti ketika pewaris masih hidup.
Biasanya pelaksanaan pembagian harta warisan ini ditunda sampai anak
yang belum dewasa (belum mentas) telah mampu menghidupi dirinya sendiri. Hal
ini dimaksudkan agar anak kecil tersebut kelak akan menjadi anak yang mandiri,
bisa bekerja paling tidak untuk dirinya sendiri, tidak bergantung pada saudaranya
atau orang lain. Untuk menunggu anak-anak mentas dan mampu menghidupi dirinya sendiri,
anak-anak tersebut membutuhkan biaya untuk keperluan kelangsungan hidupnya. Dengan
ditundanya pembagian harta warisan ini, diharapkan kehidupan rumahtangga yang ditinggalkan
tidak akan mengalami banyak perubahan, terutama bila yang ditinggalkan adalah janda,
dia akan tetap bisa melangsungkan hidupnya seperti ketika suaminya masih hidup dengan
harta warisan tersebut.
2. Cara Mengatasi
Dampak Negatifnya
a.
Dampak
Negatif dari Penundaan Pembagian Harta Warisan
Penundaan
itu juga akan menyebabkan perselisihan dan putusnya hubungan silaturahim antar keluarga
karena sebagian merasa dizalimi oleh saudara dan keluarganya sendiri.
Selain itu, penundaan pembagian harta warisan juga akan mempersulit pembagian harta tersebut pada masa yang akan datang, apalagi jika penundaan itu sampai bertahun-tahun, mungkin saja terjadi sebagian ahli waris ada yang meninggal.
Atau, juga disebabkan oleh pertambahan dan penyusutan nilai harta warisan tersebut sehingga kalau terlalu lama tidak dibagi maka akan semakin sulit untuk melacak dan menghitungnya secara benar dan akurat
Selain itu, penundaan pembagian harta warisan juga akan mempersulit pembagian harta tersebut pada masa yang akan datang, apalagi jika penundaan itu sampai bertahun-tahun, mungkin saja terjadi sebagian ahli waris ada yang meninggal.
Atau, juga disebabkan oleh pertambahan dan penyusutan nilai harta warisan tersebut sehingga kalau terlalu lama tidak dibagi maka akan semakin sulit untuk melacak dan menghitungnya secara benar dan akurat
b. Cara dalam
Mengatasi Dampak Negatif dari Hilangnya Data Harta Peninggalan
v
Pencatatan Harta
Peninggalan
Agar harta warisan dapat terjaga atau untuk
menyelamatkan harta warisan, maka perlunya pencatatan harta warisan, di dalam
KUHPer pasal 1010 disebutkan, “ mereka diwajibkan membuat suatu pendaftaran
dari benda-benda yang termasuk harta peninggalan, dengan dihadiri oleh sekalian
ahli waris yang berada dalam wilayah inddonesia atau setelah ahli waris itu
dipanggil secara sah”.
v
Penerapan Daluarsa dalam
Pembagian Harta Warisan
Didalam KUHPer pasal 1055 Hak untuk menerima suatu warisan hapus karena
daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, terhitung sejak hari
terbukanya warisan . Penerapan daluarsa
ini bertujuan untuk meminimalisir bertambahnya permasalahan atau adanya
kemungkinan-kemungkinan tertentu, misalnya meninggalnya ahli waris yang lain.
v
Cara Pembagian Harta
Warisan yang Daluarsa
·
Daluwarsa berlaku terhadap suatu warisan yang tak terurus, meskipun
tidak ada pengampu warisan itu.
·
Daluwarsa itu berlaku selama ahli waris masih mengadakan perundingan
mengenai warisannya.
jika harta
warisan daluarsa maka dapat
Menangguhkan Daluwarsa,
- Daluwarsa
berlaku terhadap siapa saja, kecuali terhadap mereka yang dikecualikan
oleh undang-undang.
- Daluwarsa
tidak dapat mulai berlaku atau berlangsung terhadap anak-anak yang belum
dewasa dan orang-orang yang ada di bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal
yang ditentukan undang-undang.
C. Penundaan
Pembagian Harta Warisan dalam Perspektif Hukum Islam
1.
Kedudukan
Harta Warisan yang Tertunda dan Pengurusannya
a.
Penguasaan
Janda
penguasaan
janda maksudnya adalah bahwa jika suami
meninggal sedangkan anak-anaknya belum dewasa maka yang mengurusi atau yang bertangung jawab
atas harta waisan adalah janda atau istri yang meninggal.
b. Penguasan
Anak
ini
terjadi jika anak pewaris sudah tidak mempunyai ayah atau ibu lagi sehingga
harta warisan diurusi oleh saudara tertua yang ada itupun jika sudah dewasa,
apabila belum dewasa maka menjadikan saudara sebagai pengampu dari anak ini.
c.
Penguasaan
Keluarga
apabila
harta yang ditinggalkan oleh pewaris bukan berupa uang misalnya perusahaan,
tanah, kendaraan, maka harta ini dikuasai oleh semua anggota keluarga ( ahli
waris) secara bersama–sama.
2.
Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Pemilikan Bersama Pada Harta Warisan yang Belum Dibagi
a.
Pengertian
Dasar Hukum Pemilikan Bersama
Keluarga yang timbul karena perkawinan
membutuhkan dasar kebendaan. Suami dan
istri bersama anak-anaknya sebagai kesatuan keluarga yang terwujud karena
perkawinan, harus hidup bersama-sama dan untuk itu harus memiliki barang.[5]
Dimana kesatuan kerabat sebagai masyarakat berarti sosial yang penting, maka
kekayaan keluarga tertampak tegas terhadap kekayaan. Kekayaan inilah yang
disebut “harta perkawinan”, ”harta keluarga” ataupun “harta bersama”.
Hak Milik (eigendom) dalam buku ketiga Pasal 570 KUHPerdata adalah
hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk
berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak
bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu
kekuasaan yang berhak Menetapkannya dan tidak mengganggu hak-hak orang lain,
kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi
kepentingan umum berdasar atas
ketentuan
undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi.[6]
Secara
bahasa, harta bersama adalah dua kata yang terdiri dari kata “harta” dan
bersama”. Menurut bahasa “harta” adalah barang-barang, uang dan sebagainya yang
merupakan kekayaan. Atau bisa juga disebut barang-barang milik seseorang,
kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai. Harta bersama berarti harta
yang digunakan (dimanfaatkan) bersama-sama.[7] Jadi dalam hal ini kepemilikan harta bersama
dalam kewarisan adalah hak untuk menikmati kegunaan harta warisan dengan
leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap harta itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak
bersalahan dengan undang-undang atau harta peninggalan ahli waris yang
dimanfaatkan secara bersama-sama.
b. Tinjauan
Hukum Islam Atas Pemilikan Bersama Pada Harta Warisan
Pada
Harta warisan yang belum dibagi Dalam Kitab Fiqh, pemilikan bersama disebut
Syirkah. Kata syirkah berasal dari bahasa Arab secara Etimologi diambil dari
masdar Syaarik, yang berarti penyatuan dua dimensi atau lebih menjadi satu
kesatuan.
Syirkah ini ada tiga macam: 1). Syirkah Ibahah, yaitu suatu
perkongsian yang membolehkan manusia untuk mengambil manfaat bersama-sama
terhadap suatu objek yang belum diusahakan orang lain, seperti Padang, Rumput
Api dan Air. Hal ini didasarkan pada
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam. "dari Kharasy, dari sahabat Rasululah, bahwa manusia itu berkongsi pada tiga hal yaitu, padang, rumput air, dan api (H.R Ahmad dan Abu Daud)
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam. "dari Kharasy, dari sahabat Rasululah, bahwa manusia itu berkongsi pada tiga hal yaitu, padang, rumput air, dan api (H.R Ahmad dan Abu Daud)
2) Syirkah Al Milk, yaitu perkongsian yang terjadi antara
dua orang atau lebih atas sesuatu sebab dari beberapa sebab pemilikan harta,
seperti pembelian,penerimaan, hibah, wasiat, sedekah, atau penerimaan warisan
dari beberapa ahli waris
3)Syirkah Al
Uqud, yaitu Perkongsian yang dibentuk berdasarkan aqad antara dua orang atau lebih terhadap modal
keuntungan, atau berdasarkan keuntungan saja tidak berdasarkan modal. Didalam
hadits Qudsi disebutkan Allah Subhanahu Wata'ala berfirman: Aku
adalah kongsi ketiga dari dua orang yang berkongsi selama salah seorang tidak mengkhianati kongsinya, apabila ia mengkhianatinya, maka aku keluar dari perkongsian itu (H.R Abu Daud) Hadits diatas mengajarkan kepada kita bahwa persekutuan yang dilakukan dengan penuh kejujuran akan diberkahi Allah, dan yang dilakukan tanpa kejujuran akan mendapat
murkaNya.
adalah kongsi ketiga dari dua orang yang berkongsi selama salah seorang tidak mengkhianati kongsinya, apabila ia mengkhianatinya, maka aku keluar dari perkongsian itu (H.R Abu Daud) Hadits diatas mengajarkan kepada kita bahwa persekutuan yang dilakukan dengan penuh kejujuran akan diberkahi Allah, dan yang dilakukan tanpa kejujuran akan mendapat
murkaNya.
BAB III
KESIMPULAN
Penundaan yang dimaksud
adalah penundaan
pembagian harta warisan yang berselang waktu semenjak dari kematian pewaris
sampai terlaksananya pembagian warisan, dikarenakan alasan-alasn tertentu.
Meskipun penundaan ini bertententangan dengan asas ijbari hukum kewarisan islam
akan tetapi ini dilakukan oleh sebagian orang dengan dasar kemaslahatan.
Faktor Penundaan pembagian harta warisan :
·
Menurut ter Haar, belum
terbaginya harta warisan itu memang disediakan untuk mencukupi kebutuhan dan
keinginan material keluarga
·
Wirjono menyebutkan untuk
menegakkan kelangsungan hidup suatu keluarga terkecil
·
Hilman, tertundanya
pembagian harta waris disebabkan masih adanya salah satu dari orang tua, harta
peninggalan terbatas, pewaris tidak memiliki keturunan, para ahli waris belum
dewasa, belum ada ahli waris pengganti, diantara ahli waris ada yang belum
hadir, belum ada ahli waris yang berhak, dan belum diketahui hutang piutang.
Sementara menurut Amir Syarifuddin tidak dibaginya harta warisan disebabkan
karena tidak ada yang pantas dibagi, karena harta tidak dapat dibagi-bagi
secara terpisah
Cara
mengatasi dampak negatif penundaan pembagian warisan :
ü Pecatatan
harta peninggalan
ü Penerapan
daluarsa dalam pembagian warisan
ü
Cara pembagian harta warisan yang daluarsa
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Desy, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru
Dilengkapi Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan, Surabaya: Amalia, Cet. 1,
2003
Haar, Ter, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: PT.
Pradnya Paramita, Cet. 9, 1987
Rofiq,
Ahmad, Fiqh Mawaris, Jakarta :
PT. Raja GrafindoPersada, 1993
Subekti,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Paradnya Pramita, 2004
Sudiyat,
Imam, Hukum Adat Sketsa Asas, yogyakarta: liberty,
1978
Syarifudin, Amir, Pelaksanaan
Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Hukum Adat Minangkabau, jakarta:gunung
agung, 1984
Suhrawardi, k.lubis,
Hukum Waris Islam (lengkap dan praktis) cet ke 4, Jakarta: sinar
grafika,2004
[1] Suhrawardi
k.lubis, Hukum Waris Islam (lengkap dan praktis) cet ke 4,
(jakarta:sinar grafika,2004) hlm 16
[2] Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta : PT. Raja
GrafindoPersada, 1993), hlm. 4
[3]Imam sudiyat,
Hukum Adat Sketsa Asas, (yogyakarta:
liberty, 1978), hlm 176-177
[4]Amir
syarifudin,Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Hukum Adat Minangkabau,
(jakarta:gunung agung, 1984), hlm 15
[5] Ter Haar, Asas-Asas dan
Susunan Hukum Adat, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, Cet. 9, 1987) hlm 192
[7]Desy Anwar, Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru Dilengkapi Pedoman Umum Ejaan yang
Disempurnakan, (Surabaya: Amalia, Cet. 1, 2003) hlm 169
0 komentar:
Posting Komentar