Positif Thinking

Justitia Rueat Colouem : Hukum tetap harus di tegakkan Meski langit akan Runtuh

Sabtu, 19 April 2014

Resume Civil law, chtonic law dan islamic law


Nama              : Ahmad Muyasir
NIM                : 11360052
Prodi               : PMH A
Mata kuliah   : Perbandingan Sistem Hukum
Dosen               : Prof.Ratno Lukito, M.A, D.CL

Resume  Materi Civil Law, Cthonic Law, Dan Islamic Law dari buku “Tradisi Hukum Indonesia” karangan Prof. Ratno Lukito

CIVIL LAW
Civil law (hukum sipil) berasal dari bahasa yunani  jus civile  yang berarti hukum bisa diterapakan pada rakyat romawi. Sistem yang dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental itu didasarkan atas hukum Romawi disebut sebagai sistem Civil law. Disebut demikian karena hukum Romawi pada mulanya bersumber kepada karya agung Kaisar Iustinianus Corpus Iuris Civilis. Sistem Civil Law dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental sehingga kerap disebut juga sistem kontinental. Hukum sipil dapat didefinisikan sebagai suatu tradisi hukum yang berasal dari Hukum Roma yang terkodifikasi dala, Corpus Juris Civilis Justinian dan tersebar keseluruh benua Eropa dan seluruh Dunia. Kode sipil terbagi ke dalam dua cabang, yaitu Hukum romawi yang terkodifikasi dan Hukum Romawi yang tidak dikodifikasi. Tujuan kodifikasi adalah untuk memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum dan kesatuan hukum. contoh kodifikasi hukum adalah  Kodifikasi hukum di Eropa adalah Corpus Juries Civilize (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari Kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-565 dan dan Code Civil (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Perancis pada tahun 1604.

Sistem Civil Law mempunyai tiga karakteristik, yaitu adanya kodifikasi, hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang terutama, dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial.
Bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum Civil Law berupa peraturan perundang-undangan, kebiasaan-kebiasaan, dan yurisprudensi.
Peraturan perundang-undangan mempunyai dua karakteristik, yaitu berlaku umum dan isinya mengikat keluar. Sifat yang berlaku umum itulah yang membedakan antara perundang-undangan dan penetapan. Penetapan berlaku secara individual tetapi harus dihormati oleh orang lain.
Hukum sipil bersifat formal dan pendekatanya sekuler, karena dalam perkembanganya tidak dapat dipisahkan dari hukum formal suatu negara yang di undang-undangkan. Hukum sipl ini dibagi menjadi dua yaitu, hukum privat yang mengatur antar individu dan yang kedua hukum publik yang mengatur hubungan individu dengan negara.
Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa negara, serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Termasuk di dalamnya adalah hukum tatanegara, hukum administrasi negara, hukum pidana dan lainnya. Pada sisi lain hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan individunya. Termasuk hukum privat adalah hukum sipil (perdata) dan hukum dagang.
            Masuknya  VOC ke indonesia merupakan langkah awal hukum sipil masuk ke indonesia. VOC yang datang dari belanda membawa hukum-hukum belanda yang dipengaruhi oleh jerman dan perancis, karena hubungan dekat keduanya maka belanda menerima hukum romawi, sehingga muncul hukum romawi belanda. Ketika kendali nusantara berpindah dari VOC ke tangan belanda yang dulunya hanya kepentingan bisnis berupah menjadi penjajahan, sehingga mereka menjadikan hukum sipil dikukuhkan keberadaanya pada masyarakat pribumi. Mereka juga menggunakan sentralisme hukum sebagai pendekatan pluralisme hukum. Dengan kata lain masuknya hukum sipil ke indonesia melalui kolonialisme. Sistem hukum di Indonesia saat ini merupakan sistem hukum yang didasarkan pada asas konkordasi, yakni menerima secara sukarela untuk memperlakukan sistem hukum yang berasal dari daratan Eropa Kontinental. Namun Indonesia juga memiliki beragam tradisi dalam masyarakatnya, yang di dalamnya berlaku hukum adat sebagai hukum asli. Belum lagi penetrasi ajaran-ajaran hukum Islam yang di beberapa daerah turut mempengaruhi hukum adat.
            Di dalam penerimaan tradisi hukum barat dalam kehidupan masyarakat pribumi ada perjumpaan sejumlah tradisi hukum; perjumpaan tradisi hukum barat yang di bawah kolonialisme dan tradisi hukum pribumi yang hidup di bawah eksistensi hukum adat yang memiliki banyak bentuk di daerah Indonesia, sejalan dengan prinsip kesesuaian (concordance) Belanda mengalihkan tradisi kodifikasi hukum ke dalam tradisi masyarakat pribumi. Karenanya, tiga undang-undang yaitu hukum kriminal, hukum perdata, dan hukum komersial yang telah dijalankan Belanda (undang-undang Belanda ini sendiri adalah versi lain dari UU Napoleon) dialihkan ke dalam sistem hukum yang ada di nusantara dengan begitu prinsip-prinsip kodifikasi Napoleon secara otomatis dialihkan ke daerah koloni. Selain dengan inovasi akademis di atas, pengalihan tradisi hukum terus menerus dilakukan, selain imposisi juga malalui kebijakan akuturasi hukum Belanda dalam tradisi hukum masyarakat pribumi. Pengalihan tidak hanya memalaui institusi yudikatif namun juga institusi pendidikan. Pendirian institusi pendidikan Belanda di Hindia-Belanda telah membawah serangkaian kodifikasi baru ke nusantara, sehingga hukum Belanda bisa berdampingan dengan tradisi hukum Islam dan tradisi hukum adat pribumi yang telah ada sebelumnya.
Pada masa kemerdekaan 1945, pergeseran politik dari pemerintahan kolonial ke pemerintahan nasional proses penerimaan hukum sipil Belanda sudah sampai pada tahap perkembangan yang sangat matang. Hal ini disebabkan sejarah panjang kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara telah meninggalkan tradisi hukum barat yang begitu kokoh mengakar sehingga untuk menghilangkan tradisi ini terasa mustahil. Oleh karenanya, pergeseran kekuasaan pada waktu itu tidak dapat mencegah berlanjutnya penerimaan hukum sipil dan sistem hukum Belanda. Penerimaan tradisi hukum sipil yang telah berhasil dimasukan ke dalam tradisi hukum Indonesia sejalan dengan tradisi barat yang memandang hukum sebagai entitas sekuler. Karena institusi hukum berkaitan erat dengan institusi negara, akibatnya pembuatan undang-undang dianggap sebagai prosedur sekuler, sebab satu-stunya institusi yang terlibat dimiliki oleh negara yang tidak mendapatkan otoritas apapun dari institusi yang bercorak keagamaan. Inilah sebetulnya gagasan dasar dari hukum yang telah berhasil ditransfer ke dalam tradisi hukum Indonesia. Akibatnya, Tradisi hukum sipil sengaja mentransfer nilai-nilai hukum formal dan sekuler yang khas dan berbeda dari nilai-nilai hukum yang dikembangkan sebelumnya di negeri ini oleh tradisi hukum lainya semisal hukum Islam dan hukum adat.
CTHONIC LAW
Cthonic berasal dari bahasa yunani khthon dipakai untuk menyebut tradisi hukum adat asli  Adat pada dasarnya terdiri dari tiga hal, pertama dalam bentuk sebagai perskripsi, kedua sebagai suatu aturan,ketiga dalam bentuknya sebagai  interpretasi dari suatu keputusan yaitu apa yang muncul dari fungsionaris adat, Oleh karena makna adat seperti  ini menjadikan adat tidak dapat terpisahkan dengan hukum.
Perbedaan pemahaman mengenai istilah hukum adat pada masyarakat barat dengan masyarakat indonesia  menimbulkan status pada hukum adat yang  dalam masyarkat barat mereka menilai bahwa  hukum adat tidak bisa dijadikan sebaigai aturan ataupun pedoman dengan alasan tidak tertulis mereka beranggapan bahwa hukum sesungguhnya tertulis dan legal formal secara sah di undang-undangkan. Ini berbeda dengan masyarakat indonesia yang memahami adat sebagai norma yang menikat dipelihar untuk kepentingan bersama, sehingga adat dan hukum tidak dapat terpisahkan. Selain itu terminolodi adat digunakan untuk membedakan hukum yang berasal dari asli masyarat dan hukum yang dibawa oleh agama.
Hukum adat merupakan refleksi dari apa yang diyakini oleh masyarakat sebagai pandangan yang sesuai dengan keadilan dan kepatutan. Umumnya huku adat tidak dikodifikasi atau tertulis sehingga bentuk asli dari hukum adat adalah dari lisanya, dan ini semua bersifat fleksibel dan dinamis yang lebih terletak pada aturan-aturan detailnya.
Adanya hukum adat bertujuan mengatur kehidupan masyarakat sosial agar tercipta harmonisasi dalam kehidupanya, misalnya dalam perkawinan suatu masyarakat tetentu akan memunculkan hukum perkawinan adat masyarakat  itu tentunya pasti berbeda dengan masyarakat di lingkungan atau daerah-daerah yan secara sosiologis lain pula. Begitu juga hukum pidana dan hukum tanah, hukum kewarisan dalam ruang hukum adat, semua itu merupakan suatu skema rutinitas masyarat. Dalam bahasa yang suda populer yaitu sandang, pangan, papan yang merupakan hal terpenting bagi manusia, tentunya harus ada aturan di dalamnya. mulai dari tanah yang merupakan hal penting untuk tempat tinggal, kemudian sudah fitrah manusia ada pasanganya yana kemudian diatur dalam hukum adat perkawian,dan karena semua manusia akan mati tentunya akan meninggalkan harta atau selain harta yang bisa menjadi polemik jika tidak ada hukum yang mengaturnya.
Hukum adat tidak mungkin akan berada dalam situasi yang sama selamanya, ia tidak sepenuhnya bersifat statis dikarenakan dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Akan tetapi hukum adat secara konstan selalu diinterpretasi ulang dalam berbagai keadaan, dengan kata lain bahwa subtansi hukum adat itu berkembang sesuai kebutuhan masyarakat.
Pendekatan hukum bersifat non-konfliktural terhadap tradisi hukum lainya merupakan pengaruh masyarakat yang pluralistik. Dengan kata lain hukum adat bersifat fleksibel dapat berbaur saling memberi pengaruh terhadap hukum-hukum lainya yan bersentuhan secara langsung dengan hukum adat.
ISLAMIC LAW
Hukum islam merupakan hukum yang berasal dari agam islam yakni bersumber dari Al-Quran, Al-hadis, ijma’ maupun qiyas. Adanya hukum islam  tak bisa lepas dari tujuan agama  itu sendiri, sebagai alat kontrol manusia agar bisa mencapai akhirat dengan selamat. Sehingga hukum dan teologi tak bisa dipisahkan.
Al-Quran yang notabenya sebagai wahyu Allah dan sebagai sumber hukum islam sering dipahami secara berbeda, dikarenakan faktor akal manusia untuk berijtihad mengenahi hukum yang berasal darinya. Sehingga mucul Fiqh yaitu pemahaman mendalam dari syari’ah, tentunya fiqh dari tiap-tiap daerah tentu berbeda, sesuai ijtihad ulama’ bedasar kondisi sosial masyarakat, adat, kondisi lingkungan dan lain sebagainya. Fiqh ini tentu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga produk ijtihad zaman dahulu tak selamanya cocok digunakan pada zaman sekarang. Meskipun akal sangat mempengaruhi  fiqh tetapi hukum islam bersifat “Top Down” artinya sumber sakral (Al-Qur’an sebagai wahyu) harus dikedepankan daripada akal manusia sehinggapara ahli hukum membatasi penggunaan akal dalam hal ini.
Sebagai respon para ahli hukum islam terhadap persoalan-persoalan yang belum ada solusinya maka para mujtahid menemukan  sumber metodologis yang lain seperti, istihsan, istislah, maslahah mursalah, amal ahli madinah, shar’man qablana dan urf. Yang bisa digunakan untuk menjawab persoalan yang baru mengingat jarak yang cukup jauh zaman sekarang dengan masa kenabian Muhammad SAW.
Hukum islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhan diatur dalam hal Ibadah dan hubungan manusi dengan sesamanya yang diatur dalam hukum Muamalah. Aspek substantif hukum hukum yang dibawa Nabi, dapat dikatakan konsep campuran antara konsep sakral yang berasal dari wahyu dan entitas hukum lainya ( adat Arab ) yang hidup pada saat itu.
Masuknya islam di indonesia di bawa oleh para sufi mulai dari jalur perdagangan hingga kepelosok negeri, kaum sufi tidak beradakwak melalui heterodoksi, ini sangat berbeda dengan kaum legalis yang berpendapat bahwa satu-satunya cara untuk menghindari perbuata dosa yaitu berfikir eksoteris terhadap agama. Kaum sufipun cenderung menentang pendekatan literalis pada agama, mereka lebih mencari hubungan lebih dalam denagn substansi mistik tradisi-tradisi agama besar lainya.
Hukum islam di indonesia difokuskan lebih luas bagaimana menjembatani antara cita-cita keagamaan  ( yang seharusnya) dan kompleks realitas sosial (yang senyatanya). Dari komplek realitas ini menimbulkan ijtihad-ijtihad untuk menyelesaikan permasalahan yang tentu kompleks pula, dengan demikian arakh tekstualis tidak semua menjawab permasalahan yang kontekstualis, sehingga para ahli hukum islam menarik pemikiran dari teks menuju konteks  mengingat kondisi umat islam yang selalu berubah. Dalam hukum islam di indonesia sendiri terjadi percampuran tradisi hukum lainya, baik dari hukum adat maupun hukum agama lain. Perkembangan huku islam sangat signifikan sejak paruh abad 20, kaum modernis yang menggagas aktualisai kembali teori-teori hukum islam yang dibawa kaum sufi. Mulai dari  hukum perkawinan sampai hukum waris juga berkembang dalam hal ini sangat terlihat dominan hukum adat dalam tradisi hukum islam indonesia, sehingga knenararan tidak hanya berasal dari sumber-sumber sakral tetapi juga sumber-sumber sekuler.

0 komentar:

Posting Komentar