PANTANGAN KEHAMILAN DALAM BUDAYA JAWA di KELURAHAN DEMANGAN, KECAMATAN GONDOKUSUMAN, KOTA YOGYAKARTA
<PROPOSAL PENELITIAN>
DIAJUKAN
KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
UNTUK
MEMENUHI TUGAS METODOLOGI PENELITIAN DALAM SYARAT
MENYUSUN PENELITIAN
Disusun
Oleh :
1. KHUD IRWANTO 08360046
2. IMAM JAMAKSARI 11360006
3. AHMAD MUYASIR 11360052
4. RAZIKA AKHMAD 11360069
Pembimbing :
RO’FAH, Ph.D
PERBANDINGAN
MADHZAB DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENELITIAN
A.
Latar Belakang Masalah
Hasil pemikiran, cipta dan karya manusia merupakan kebudayaan yang
berkembang pada masyarakat, pikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara
terus menerus pada akhirnya akan menjadi
sebuah tradisi.[1]
Semua itu dilakukan dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari
alam sekelilingnya. Alam ini memberikan fasilitas yang indah juga menghadirkan tantangan yang harus
diatasi.[2] Alam
dihayati dihayati sebagai kekuasaan yang menentukan keselamatan dan kehancuranya.
Oleh karena itu alam inderawi bagi orang jawa merupakan ungakapan alam ghaib, yaitu misteri yang berkuasa yang
mengelilinginya, dan darinya akan diperoleh eksistensinya, sebab alam merupakan
ungkapan kekuasaan yang sangaat menentukanya, misal kelahiran, puputan,
tetesan, khitanan, pernikahan, kehamilan, proses penuaan, dan kematian.[3]
Masyarakat Jawa sangat kental dengan masalah tradisi
dan budaya. Tradisi dan budaya Jawa hingga akhir-akhir ini masih mendominasi
tradisi dan budaya dalam menjalani kehidupan mereka, faktor kebudayaan juga
masih sangat berpengaruh dalam keyakinan dan praktek praktek keagamaan.
Masyarakat Jawa yang memiliki tradisi dan budaya yang banyak dipengaruhi ajaran
dan kepercayaan Hindhu dan Buddha terus bertahan hingga sekarang, meskipun
mereka sudah memiliki keyakinan atau agama yang berbeda, seperti Islam,
Kristen, atau yang lainnya,orang jawa yang mayoritas beragama islam ternyata
dalam praktek keagamaannya juga juga masih menggunakan unsur unsur
kejawen,sehinnga mereka masih percaya dengan upacara upacara kejawen
,tradisi,dan kebudayaan jawa.[4]
Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga
sekarang juga belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya, meskipun
terkadang tradisi dan budaya itu dengan ajaran-ajaran Islam. Memang ada
beberapa tradisi dan budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus dipegangi
tanpa harus berlawanan dengan ajaran Islam, tetapi banyak juga budaya yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Masyarakat Jawa yang memegangi ajaran Islam
dengan kuat tentunya dapat memilih dan memilah mana budaya Jawa yang masih
dapat dipertahankan tanpa harus berhadapan dengan ajaran Islam. Sementara
masyarakat Jawa yang tidak memiliki pemahaman agama Islam yang cukup, lebih
banyak menjaga warisan leluhur mereka itu dan mempraktekkannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, meskipun bertentangan dengan ajaran agama yang mereka anut.
Fenomena seperti ini terus berjalan hingga sekarang.
Masyarakat
demangan merupakan salah satu masyarakat jawa yang mayoritasnya adalah
masyarakat modern, yang terletak di tengah-tengah perkotaan dan lingkunganya
dipenuhi akademisi dari perguruan tinggi tidak
lantas tradisi budaya jawa yang telah turun temurun dipraktekkan oleh
masyarakat setempat itu ditinggalkan, melainkan tetap dijaga sebagai
penghormatan kepada orang tua ataupun leluhurnya. Nilai-nlai filosofis yang terkandung
dalam budaya jawa juga mengandung pembelajaran atau falsafah kehidupan yang
beraspek religi. Diantara banyaknya kebudayaan yang ada
dalam masyarakat jawa peneliti mengambil satu pembahasan saja yaitu pantangan
kehamilan yang merupakan salah satu dari rangkaian ritual kehamilan sampai
kelahiran dalam budaya jawa.
Gambaran masyarakat
seperti di atas menjadi penting untuk dikaji, terutama terkait dengan praktek
sekarang. Maka, penyusun tertarik untuk melakukan penelitian, dan
yang diteliti difokuskan pada pantangan kehamilan dalam budaya jawa di sapen.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
saja pantangan kehamilan dalam budaya jawa di kelurahan demangan kecamatan
Gondokusuman kota Yogyakarta?
2.
Apakah
pantangan kehamilan dalam kebudayaan jawa masih relevan dipraktekkan pada saat
ini?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk
mengetahui pantangan kehamilan dalam budaya jawa di di kelurahan demangan
kecamatan Gondokusuman kota Yogyakarta.
2.
Untuk
mengetahui relevan atau tidak pantangan kehamilan dalam
kebudayaan jawa yang masih dipraktekkan pada
saat ini.
D. Kegunaan Penelitian
1.
Secara teoritis,
penelitian ini sumbangan pemikiran dan landasan teoris bagi perkembangan ilmu
hukum pada umumnya, dan dapat memberikan informasi mengenai implementasi
pantangan kehamilan dalam budaya jawa.
2. Secara praktis, menambah wawasan bagi penyusun khususnya, dan para pembaca
pada umumnya termasuk kalangan non akademisi sehinga kenyataan yang ada tidak
diabaikan begitu saja.
E.
Kajian Pustaka
Kajian tentang adat atau kebiasaan dalam budaya indonesia terutama
adat istiadat suku jawa telah banyak dilakukan melalui penelitian-penelitian
dan telah tertuang dalam bentuk tulisan dan buku-buku yang mewarnai khazanah kepustakaan serta
perkembangan budaya indonesia.
Sejauh ini kajian tentang
pantangan kehamilan telah banyak di tulis dalam perspektif islam, adat dan
medis. Akan tetapi penyusun tidak
menemukan buku yang secara spesifik membahas tentang kajian ini begitu juga
dalam penelitian-penelitian tentang pantangan kehamilan telah banyak diteliti,
namun demikian penelitian tersebut tidak
menjelaskan secara terperinci mengenai pantangan kehamilan dalam adat jawa, ada
beberapa tulisan yang mengangkat pembahasan yang hampir sama dengan yang
ditulis oleh penulis, namun tentunya ada sudut perbedaan dalam hal pembahasan
dan objek kajian dalam penelitian ini oleh karena itu berikut ini akan
disebutkan beberapa karya yang terkait dengan studi yang akan dikaji :
Thomas wiyasa bratawidjaja
dalam bukunya yang berjudul upacara tradisional masyarakat jawa memaparkan upacara-upacara dan macam - macam
selamatan yang perlu dilakukan agar bayi yang dikandung akan lahir dengan mudah
dan selamat. Dalam karya diatas ada beberapa
perbedaan yaitu tidak menyebutkan secara spesifik tentang pantangan-pantangan
kehamilan akibatnya dan pencegahanya.
Cut Aja Faizah (
Aceh research training institut, NAC ) dalam tulisanya yang berjudul “Mitos
Tentang Kehamilan” membahas seputar
pantangan ibu hamil, tetapi hanya dalam
ruang lingkup di Nangroe Aceh Darussalam saja, jadi belum membahas adat di jawa
tentang mitos kehamilan.
Annisa Padmadiani, dalam tulisanya
yang berjudul “ Pelet Kandhung, Upacara Adat Kehamilan Masyarakat Madura”
berisi tentang tahap demi tahap melakukan pijak kandungan sebagai bentuk
pencegahan dan penghindaran agar bayi yang dikandungya tidak mengalami masalah
sehingga ketika bayi dilahirkan berjalan lancar dan aman. Sehingga dalam
tulisan ini hanya spesifik adat di madura, jadi untuk adat di jawa belum
tertuang dalam tulisan tersebut.
Suciati dalam tulisanya
yang bejudul “ Makna Simbol Artepak Dan Upacara Adat di Lingkungan Kampung
Mahmud Kota Bandung” tulisan
ini membahas asal usul kampung mahmud beserta adat istiadat yang menyangkut
tentang pernikahan, kematian, dan juga tentang kehamilan. Dalam upacara
kehamilan di kampung Mahmud dimulai pada usia kandungan 7 bulan yang dikenal
dengan sebutan nujuh bulan atau tingkeb dan menerangkan
waktu upacara serta urutan upacara tersebut. Akan tetapi dalam tulisan ini terdapat
perbedaan dengan penelitian penulis yaitu ruang lingkupnya hanya di lingkungan
kampung mahmud kota bandung. Jadi belum
meluas ke adat jawa secara utuh.
Fitria
dalam skripsinya “Upacara Adat Peutron Anuek
(Studi Etnografi Mengenai Adat Peutron Anuek Pada Masyarakat Aceh Di Desa
Perlak Asan Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie)” upacara adat peutron aneuk
memiliki 4 (empat) makna tertentu; pertama, rasa syukur kepada Allah Swt atas
kelahiran si anak. Kedua, upacara adat
peutron aneuk di Desa Perlak Asan diadakan setelah bayi berumur 44 hari dimana
sudah menjadi tradisi bagi para orang tua untuk mengenalkan anak tercintanya
kepada seluruh masyarakat sekelilingnya. Ketiga, upacara adat peutron aneuk
yang dilakukan masyarakat Aceh umumnya dan masyarakat desa Perlak Asan
khususnya mempunyai makna yang sangat mendalam yang mengandung harapan-harapan
agar si anak dapat berguna bagi agama, nusa dan bangsanya. Keempat, Membina
hubungan kekeluargaan di dalam komunitas masyarakat Desa Perlak Asan,
hubungan-hubungan ini terlihat jelas karena mereka ikut serta dalam pelakanaan
upacara tersebut. Perbedaan dengan penelitian kami sangat jelas terlihat, dalam
tulisan ini menggambarkan ritual sesudah beyi dilahirkan, sedang penelitian
kami tentang pantangn kehamilan.
Daniella Loupatty dalam Buklet
Seri Adat
“Perempuan dalam
Balutan Hukum Adat di Maluku (Ambon Lease)
Refleksi Perjalanan Pendampingan Perempuan Adat di Ambon Lease” berisi gambaran luas adat
masyarakat maluku secara detail khususnya kedudukan dan peran perempuan di
maluku, Kedudukan Perempuan dalam Budaya Patriarki di Maluku, Perempuan di
Maluku Tengah, Posisi Perempuan dalam Hukum Adat Ambon Leas, dan juga membahas
larangan bagi wanita hamil dan wanita haidh dalam perspektif adat maluku.
Sehingga jelas buku ini belum menyinggung atau memasuki adat jawa tentang
larangan untuk wanita hamil.
Arum
ratiwi, Siti Arifah dalam tulisanya “ Perilaku Kehamilan, Persalinan Dan
Nifas Terkait Dengan Budaya kesehatan pada masyarakat jawa di wilayah Kabupaten
sukoharjo” tulisan ini berisi tentang Kebiasaan ibu hamil dan nifas yang
berhubungan dengan pantangan serta anjuran nutrisi selama kehamilan dan nifas,
masyarakat jawa di kabupaten Sukoharjo ini mempunyai alasan yang sebagian
rasional dan sebagian tidak rasional tentang makanan yang dipantang dan yang
dianjurkannya. Berbagai perilaku pantangan dan anjuran yang dilakukan
masyarakat jawa di kabupaten Sukjoharjo, mereka kadang memberikan alasan yang
terkait dengan kesehatan tetapi banyak alasan yang kurang bisa diterima dari
segi kesehatan, misalnya ketika hamil membawa gunting untuk mencegah gangguan
mahkluk halus. Dalam tulisan ini hanya memebahas
dari perspektif budaya kesehatan saja belum membahas secara detail dari
perspektif budaya jawa.
Dari
berbagai pembahasan diatas tentu sangat terlihat perbedaanya dengan
penelitian penulis yang menitik fokuskan
kepada pantangan kehamilan dalam budaya jawa di dusun sapen.
F.
Kerangka Teori
Pantangan adalah perbuatan yang dilarang menurut adat kepercayaan.
Pantangan dilakukan oleh wanita yang sedang hamil sebagai bentuk upaya untuk
menjaga dan merawat jabang bayi didalam kandunganya. Sebab sesuai dengan
kepercayaan orang jawa, bahwa kehidupan telah dimulai sejak janin berada dalam
kandungan ibunya. Untuk itu banyak dilakukan pantangaan-pantangan untuk
memperoleh keselamatan dan dijauhkan dari mara bahaya. Manusia ingin selalu
menjaga kandunganya disebabkan kareana ia di hinggapi oleh emosi keagamaan.
Sehingga manusia tersebut selalu ingin mendekatkan diri dengan Tuhan, berdo’a,
tirakat, bersikap selalu sabar, melakukan banyak pantangan dan melakukan
berbagai saranan dalam kehamilan dan kelahiran sesuai adat jawa. Semua upaya tersebut
dilakukan dengan mendapatkan keselamatan dan ketenangan batin calon sang ibu
dan jabang bayi serta keluarganya.
Kebudayaan
cenderung diikuti masyarkat pendukungnya secara tururn temurun dari generasi ke
generasi berikutya, smeskipun anggota masyarakat itu datang silih berganti
disebabkan munculnya beberapa faktor,
seperti kehamilan dan kematian.[5]
Ini merupakan simbol-simbol dalam Budaya
Jawa sangat erat kaitanya dengan
nilai-nilai filosofis maupun nilai
religi termasuk didalam pantangan kehamilan yang mencerminkan perilaku
masyarakat yang menjadikan simbol itu sesuatu yang penting. [6]
Kata simbol
berasal dari bahasa Yunani symbol yang berarti ‘tanda’ atau ‘ciri’ atau berarti
‘memberitahukan sesuatu hal kepada orang lain’. Menurut istilah, simbol berarti
sesuatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman subjek kepada objek. Perkataan
simbol seringkali terbalik penggunaannya dengan kata ‘isyarat’ dan ‘tanda’.[7]
Sebenarnya antara isyarat, tanda, dan simbol penggunaannya berbeda. Isyarat
merupakan sesuatu hal atau keadaan yang diberitahukan oleh subjek kepada objek,
artinya subjek selalu berbuat sesuatu untuk memberitahukan kepada objek, kepada
subjek tanda selalu menujukan pada yang riil dan terbatas, contoh sebelum
guntur meledak didahului oleh kilat, kemudian ada tanda baca, tanda pangkat,
dan sebagainya.
Budaya kepercayaan orang jawa kususnya yang tinggal
di daerah pedesaan sangat percaya dengan dunia gaib dan mitos yang didalamnya
terdapat mitologi religius dikalangan masyarakat jawa.[8]
Dengan adanya pandangan seperti itu orang jawa
memiliki ritus religius yang sangat sentral bagi masyarakt jawa, hal ini di lakukan
oleh orang yang mempunyai hajat, biasanya melakukan upacaran selametan, oleh
karena itu suatu adat yang sudah ditaati. Ada pula yang sampai melakukan ritual-ritual
yang konon sebagai penghormatan kepada leluhurnya, hal ini dilakukan secara
berlebihan sehingga menimbulkan jauh dari sisi ritual keagamaan yang benar, adat
seperti ini lambat laun akan tetap dipatuhi masyarakat jawa khususnya di daerah
pedesaan. Mereka mengartikannya dengan mitos, keberadaan mitos sampai saat ini masih
terjadi dan di adakan, ini terbukti karena adanya kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan
gaib atau supranatural yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mereka.
Sesuai dengan judul penelitian penulis yang berupa pantangan
kehamilan kepercayaan adat jawa di dusun sapen desa catur tunggal
kecamatan depok kabupaten sleman yang memiliki tujuan mendiskripsikan sistem
kepercayaan yang mendasari adat pantangan kehamilan dalam masyarakat jawa dan
menjelaskan aspek-aspek yang membangun maupun
aspek yang tidak relevan dalam perkembangan saat ini. Maka penulis menggunakan
teori religi yang dikemukakan oleh kontcaraningrat untuk menjawab permasalahan
yang ada berupa bagaimana kepercayaan yang mendasari pantangan kehamilan
masyarakat jawa. Sehingga tujuan tujuan dalam penelitian ini telah di ungkapkan
sebelumnya dapat tercapai dengan teori religi ini.
Dalam sistem religi terdiri dari empat komponen yang membangunya yang
memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lainya dan menjadi suatu sistem
yang terintregasi secara bulat. Namun dalam kesempatan ini penulis hanya
menerapkan satu aspek saja yaitu sistem kepercayaan dalam teori religi oleh
karena pantangan kehamilan didasarkan pada sistem kepercayaan masyarakat jawa,
sehingga yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah suatu sistem
kepercayaan yang terdapat dalam teori tersebut. Suatu sitem kepercayaan
mengandung keyakinan serta bayang-bayang bagi manusia tentang sifat-sifat
Tuhan, tentang wujud alam ghaib, tentang hakikat hidup dan maut, dan wujud dari
dewa-dewa dan makhluk-makhluk halus lainya yang mendiami alam ghaib.[9] Keyakinan-keyakinan
tersebut umumnya diajarkan kepada manusia dari buku-buku suci agama yang bersangkutan
atau dari mitologi dan dongeng-dongeng yang hidup dalam masyarakat. Sistem
kepercayaan erat hubunganya dengan sistem upacara religius dan menentukan
keharusan dan pantangan dari unsur-unsur rangkaian upacara adat.
G.
Metode Penelitian
Untuk mencapai
apa yang diharapkan dengan tepat dan terarah dalam penelitian, penyusunan
menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1.
Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah
penelitian lapangan ( field research
) yaitu penyusun terjun langsung ke lapangan atau masyarakat untuk
mengetahui secara jelas tentang berbagai hal tentang pantangan kehamilan dalam
budaya jawa di kelurahan demangan.
2.
Sifat penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif
analitik, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberi gambaran
tentang pantangan kehamilan dalam budaya jawa yang kemudian dilakukan suatu
analisis dari masalah tersebut
berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari subyek yang diteliti.
3.
Teknik
pengumpulan data
a. Wawancara, Yaitu adalah proses
tanya jawabdalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam dua orang atau
lebih bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.[10]
Adapun jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara mendalam,
yakni peneliti melakukan tanya jawab atau dialog kepada subyek penelitian secar
langsung atau bertatap muka (face to face) mengenai hal-hal yang
diperlukan dalam penelitian secara mendalam tentang pantangan kehamilan dalm
budaya jawa.
b. Dokumentasi, yaitu pengumpulan
data-data dan bahan-bahan berupa dokumen. Dokumen adalah suatu cara penggunaan
data dari catatan, surat kabar, majalah, notulen rapat dan catatan harian.[11]
Data-data tersebut berupa buku-buku, notulen rapat, dan data-data lain yang
mendukung dalam penyusunan penelitian ini.
c. Observasi, yaitu suatu pengamatan yang khusus serta pencatatan yang
sistematis yang ditunjukan pada datu atau beberapa fase masalah didalam rangka penelitian,
dengan maksud untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk memecahkan persoalan
yang dihadapi.[12]
4.
Pendekatan
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan sosiologis, yaitu perilaku masyarakat di
kelurahan demangan.
5.
Sumber Data
Data yang akan digunakan adalah
berupa data primer dan sekunder. Data
primer yang dipergunakan adalah suatu hasil (data) dari wawancara kepada
responden terkait pantangan kehamilan dalam budaya jawa. Sedangkan data
sekunder adalah bahan yang terdiri dari buku-buku yang berkaitan dengan topik
penelitian.
6.
Analisis Data
Analisis data adalah proses
penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diintreprestasikan. Dalam
menganalisis data yang ada, digunkan metode analisis kualitatif dengan
menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu metode untuk menganalis data-data
umum, untuuk kemudian ditarik n pada kesimpulan yang khusus.
BAB II
HASIL DAN ANALISA DATA
A.
HASIL dan ANALISA
1.
Ritual dalam proses kehamilan
Di masyarakat demangan
terdapat ritual-ritual dalam upaya menjaga dan melindungi calon bayi mulai ngidam,
pantangan, madeking, lima bulanan, tujuh bulanan pada saat kehamilan dan
brokohan pada saat bayi telah lahir ke dunia. Seperti yang dikemukakan oleh
kebanyakan responden :
“Banyak
ritual yang dilakukan masyarat demangan sini, mulai dari ngidam,
pantangan, madeking, lima bulanan, mitoni pada saat kandungan berusia tujuh bulan, ini biasanya
membuat rujak diberikan kepada tetangga atau orang yang di undang”
2.
Eksistensi
pantangan kehamilan dalam budaya jawa
Masyarakat jawa akan selalu
melakukan banyak pantangan-pantangan dalam
masa kehamilan, walaupun secar rasional dan dikaji dalam faktor
kesehatan seringkali tidak ada kaitanya namun akan tetap dijalankan oleh
masyarakat setempat, karena telah menjadi keyakinan budaya yang harus terus
dijalankan secara turun-temurun dan cenderung harus ditaati walaupun individu
yang menjalankanya mungkin saja tidak memahaminya dan tidak yakin secara
rasional akan alasan-alasan yang diberikan dan hanya perwujudan rasa kepatuhan
akan tradisi setempat dan patuh terhadap orang tua serta dukun. Seperti yang
dikemukakan oleh bu Tini ( 35 tahun) salah seorang informan :
“pantangan
kehamilan sampai sekarang ya masih tetap dipakai dan dipercaya mas, ini sudah
menjadi tradisi turun temurun dari tetua dan leluhur-leluhur, jadi kita sebagai
masyarakat tetap tidak luntur terhadap kepercayaan tersebut, lagian ini untuk
kebaikan, jadi mengapa tidak”
Pada mulanya pandangan hidup orang jawa merupakan kristalisasi dari sekian
adat dan tradisi yang pernah gemilang, jadi pandangan hidup orang jawa tidak
boleh diabaikan ataupun ditinggalkan, seperti yang dikemukakan oleh Franx
magnis Suseno :
“Kekuatan
tradisi tidak dapat dikesampingkan, karena melaksanakan modernisasi sambil
meremehkan tradisi sesungguhnya merupakan anasir sikap keterbelakangan pula”[13]
Dari pendapat tersebut pantangan kehamilan yang merupakan salah
satu dari sekian banyak budaya jawa yang ada sehingga kebudayaaan tidak
terjebak dalam jaring-jaring modernisme.
Pantangan ada dua jenis yaitu pantangan yang berupa makanan yaitu
bahan makanan atau masakan yang tidak boleh dimakan oleh para individu dalam
masyarakat karenan alasan – alasan yan bersifat budaya. Dan pantangn dalam
perbuatan, pantangan yang melarang wanita hamil dan suaminya melakukan hal-hal
tertentu yang secara ghaib dianggap dapat berakibat buruk bagi bayi mereka yang
juga diperoleh dari dasar keyakinan mengenai sifat ghaib dari tindakan
tersebut. Sehingga pantangan yang ada di dalam adat kehamilan merupakan hasil
dari sistem kepercayaan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat jawa.
3.
Pantangan
Kehamilan: Pengertian, Macam-Macam Dan Maknanya
Pantangan kehamilan dalam budaya jawa yang sudah menjadi
kepercayaan adalah sebagai berikut :
1.
Pantangan
memakan laron
Laron
merupakan hewan yang tidak bolek dimakan oleh wanita hamil, Seperti yang
dikatakan salah satu informan ibu Sulistyowati :
“wanita hamil
tidak boleh makan laron, sebab laron itu setiap waktu keluar, pasti kemudian
mati, lalu menjadikan pengaruh yang kurang bagus, maksudnya: jika lahir
kemudian mati itu kurang bagus, sebab itu tidak selamat namanya, seperti itu
juga selanjutnya harus dicegahlah.”
Berdasarkan nilai kepercayaan yang ada bahwa makan tersebut dapat
memberikan dampak buruk bagi diri dan bayinya nanti, bukan karena faktor medis
melainkan faktor budaya berdasarkan sikap asosiatif dari hewan tersebut. Karena
rasa takut akan anaknya akan mengalami hal yang sama maka ini menjadi salah
satu pantangan kehamilan akan tetapi untuk sekarang itu sudah tidak ada lagi,
karena zaman yang sudah maju dan bahan makanan pokok melimpah. Pantangan
tersebut dilaksanakan pada masa penjajahan dan sebelum kemerdekaan dikarenakan
kurangnya makanan atau kebutuhan pokok bagi masyarakat, seperti yang di
ungkapkan oleh kebanyakan informan :
“orang
sekarang gak ada yang makan laron, bahkan kalaupun itu bukan pantangan, zaman
yang udah maju dan tak kekurangan makanan seperti ini tak sampai laron dimakan.
Sehingga walaupun itu sebagai pantangan juga, tapi hampir dipastikan tak da
yang melanggar untuk saat ini”
2.
Pantangan
memakan krecek
Selain laron krecek juga dilarang dimakan untuk waita yang sedang
hamil, seperti yang dikatakan oleh murdiyanti salah seorang informan :
“tidak boleh
makan krecek yang digoreng, selanjutnya menjadikan sebab, jika akan mengejan
bayi, kemudian seperti krecek, melembung, kemudian kempes: maka dipantang lalu
sakitnya akan menjadi lama..”
Pantangan
memakankrecek tidak berdasarkan atas zat yang terakndung didalamnya yakni dapat
membahayakan tubuh atau tidak, melainkan atas makna hubungan sosiatif yangditimbulkan dari bentuk/sifat makanan itu
sendiri yaitu sewaktu krecek digoreng, ia akan melaambung namn setelah itu akan
segera mengempis kembali. Keadaan yang terjadi pada krecek itulah yang dianggap
serta diyakini menjadikan dampak yang kurang baik bagi proses kelahiran sang
bayi. Ketika sang ibu sudah mullai mengejan tetapi tidak teratur dan
menghabiskan banyak tenaga, namun sulit mengeluarkan sang jabang bayi tersebut.
Hal
tersebut merupakan sebuah kepercayaan yang diyakini penuh oleh masyarakat jawa
karena berasal dari leluhurnya., karena pantangan selalu demikian dilaksanakan
untuk menghindar dari malapetaka.
3.
Pantangan
memakan buah gowok
seperti yang dikatakan oleh ibu Murditanti salah seorang informan :
“........buah
gowok itu isinya memelang, bagi wanita hamil tidak boleh memakanya karena
ditakutkan nantinya bayi yang akan lahir memealng juga dan menjadikan tidak
baik, sebab dapat menewaskan....”
4.
Pantangan
memakan pisang kidang
Pisang
kidang menjadi salah satu dari makanan yang tidak boleh dimakan oleh wanita
hamil, seperti yang diungkapkan kebanyakan informan :
“.......apalagi,
buah-buahan yang dinamakan pisang kidang, itu juga tidak boleh dimakan, karena
terbawa isi, terambil dari pegnaruh nama;kidang, lalu menyebabkan, nanti jika
akan melahirkan bayi, kemudian mengejan kidang, maksudnya sudah mengejan kuat,
kemudian berani, padahal tersendat-sendat, dapat menjadikan sebab badan yang
memiliki anak tadi menjadi kurang kuat, makaa harus dicegahlah, sebab orang
yang akan melahirkan jabang bayi tadi,
jika sampai badanya kurang kuat, dapat menjadikan dan kematian salah
satunya....”
5.
pantangan
mangadakan pagelaran wayang sewaktu selamatan tuju bulan kehamilan
pantangan untuk tidak mengadakan pagelaran waayang pada waktu malam
setelah upacara tujuh bulanan dikarenakan pada keadaan tersebut bayi belum
sepenuhnya berada dalam keadaan selamat melainkan masih tergolong dalam keadaan
yang susah dan masih diupayakan untuk memperoleh keselamatan. Sedangkan
mengadakan suatu tontonan merupkan lambang dari suatu sikap bersenang-senang,
dan sitakutkan pada akhirnya akan memperoleh hambatan yang lebih sulit,
sehingga harus dicegah dan dihindari.jadi orang jawa mengajarkan kaumnya untuk
melestarikan sikap prihatin dengan maksud supaya mendapatkan berkah keselamatan
dalam segalanya. seperti yang dikatakan olehibu heni salah seorang informan :
“ini
mengandung pelajaran bahwa orang jawa
harus selalu mengekang hawa nafsu dan keinginan-keinginan serta dapat
menyembunyikan perasaanya, rekoso disik ben buri gari penak e (bersusah
dahulu baru nantinya akan mendapat kesenangan atau kemudahan)”
6.
Pantangan
wanita hamil tidak boleh mandi setelah terbenamnya matahari
Pantangan bagi ibu hamil untuk tidak mandi ketika sudah larut malam
dipengaruhi oleh faktor kepercayaan yang ada di dalam masyarakat jawa , bahwa
jika wanita yang mengandung mandi terlalu malam akan menyebabkan pada saat
kelahiran akan mengeluarkan air yang sangat banyak dan bayi akan keluar secara
tersendat-sendat. Hal tersebut merupakan sesuatu yang kurang baik atau dapat
menimbulkan celaka bagi dirinya dan bayi yang hendak dilahirkan seingga harus
dicegah dalam masa kehamilan. Pantangan ini sangat dipengarui oleh sistem
kepercayaan yang mendasarinya yang diyakini berasal dari leluhur atau nenek
moyang. seperti yang dikatakan oleh heni setyawati salah seorang informan :
“Melakukan
perintah leluhur dan berbakti kepadanya sama dengan memuliakan Tuhan. Oleh
karena para leluhur merupakan wakil Tuhan yang paling dekat dengan sumber
kehidupan yang dapat memberikan berkat keselamatan bagi manusia yanga meyakini”
Walaupun
demikian sistem kepercayaan dalam pantangan ini selain sebagai metode budaya
dalam menghadapi masa rawan tersebut juga memiliki makna medik bagi kesehatan
manusia.
7.
Pantangan
mematikan hewan serta mengikat kaki burung
seperti
yang dikatakan oleh Munawaroh salah seorang informan :
“...jika
mematikan berbagai serangga ataupun
hewan lainya dan mengikat kaki burung atau sejenisnya, yaitu sering menjadikan
cacat jabang bayi, walaupun demikian juga dapat menabraknya, hanya jika meminta
tolong jabang bayinya, kemudian jawab permintaan tolong seperti itu: jabang
bayi aku mau mematikan serangga atau hewan yang akan dibunuh....”
8.
duduk ditengah-tengah pintu
kepercayaan bahwa wanita
hamil tidak boleh duduk didepan pintu menurut ibu Munawaroh salahseorang
informan :
“...
hal pantangan bagi wanita yang sedang mengandung itu tidak boleh duduk
ditengah-tengah pintu, sebab lalu dapat memberi pengaruh pada waktu jika bayi
sudah lahir, mengakibatkan mulutnya lebar.........”
Menurut penulis mengapa tidak boleh duduk
ditengah-tengah pintu berkaitan dengan adab seseorang, artinya tidak sopan jika
duduk ditengah pintu, selain itu juga pintu merupakan jalan keluar masuk bagi
seseorang sehingga tidak mengganggu jalan.
9.
Pantangan
mengejek dan menertawakan orang cacat
Kepercayaan bahwa wanita hamil tidak
boleh duduk didepan pintu menurut ibu Munawaroh salah seorang informan :
“..serta
mengejek semua orang cacat, seperti: buta sebelah, patah, pincang, nyeridan
sebagainya, sebab menjadikan pengaruh menular kepada jabanga bayi yang di kandungan tadi, walaupun lelaki (suami) juga
tidak boleh mengejek dan menertawai yang cacat tadi agar tidak terjadi
keburukan atau sesuaatu yang tidak diinginkan.
Semua agama
mengajarkan untuk tidak mengejek,
mengolok-olok ataupun hal buruk lainya, agama-agama mngajari kasih
sayang kepada sesama manusia menebakan kebaikan dan saling tolong-menolong.
Sehingga ini sesuai prinsip religusitas dan perlu dipertahankan.
10.
Pantangan
duduk terlalu lama ketika hamil
Ketika wanita
hamil dilarang terlalu lama duduk, jika teralu lama duduk akan mengakibatkan
rasa skait ketika berdiri. Lima dari enam informan mengatakan :
“..jika
duduk harus berkir-kira, jangan lama-lama; adapun pergerakan jabang bayi itu
tidak hanya jika sudah mengandung sudah tua, walaupun mengandung tiga dan empat
bulan, juga sudah bergerak,tetapi geraknya hanya seperti kabut pada saat
seperti gelap gulita, jika membatu tadi, orang yang mengandung ya lama tidak
dapat kemudian berdiri (susah), sebab agak terasa sakit, maka jika duduk tidak
boleh lama-lama..”
4.
Akibat
dari melanggar pantangan
Pada awalnya sanksi dari melanggar pantangan tersebut adalah sanksi
sosial, akan tetapi dahulu pernah ada kejadian yang berakibat tidak baik jika
melanggar, tidak pasti apakah disebabkan karena melanggar atau ada faktor lain.
Masyarakat jawa yang mempunyai tradisi “otak atik matuk” yang artinya di
pas-paskan jika ada suatu kejadian yang ada. Sehingga mereka meyakini akibat
pantangan tersebut sangat ditakuti dampak buruknya.
B. LETAK GEOGRAFIS KELURAHAN DEMANGAN
Demangan adalah sebuah kelurahan yang
terletak di Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta,Indonesia. Kode pos:
Yogyakarta 55221. Kelurahan ini terletak paling ujung arah timur laut Kota
Yogyakarta.
Batas-batas wilayah kelurahan
Demangan:
Di kelurahan ini terdapat bengkel
lokomotif kereta api PT KAI Balai Yasa Yogyakarta (Locomotive Workshop) di
Jalan Kusbini. Terdapat pasar tradisional yaitu Pasar Demangan di Jalan Affandi(dahulu:
Jalan Gejayan).[14]
C. KESIMPULAN
1.
Pantangan-pantangan
dalam budaya jawa di sapen adalah sebagai berikut :
·
Dalam
hal makanan, wanita hamil dilarang memakan laron, krecek, buah gowok, dan
pisang kijang.
·
Dalam
hal perbuatan :
ü Dilarang mangadakan pagelaran wayang sewaktu selamatan tujuh bulan
kehamilan
ü Wanita hamil tidak boleh mandi setelah terbenamnya matahari
ü Mematikan hewan serta mengikat kaki burung
ü Duduk ditengah-tengah pintu
ü Mengejek dan menertawakan orang cacat
ü Duduk terlalu lama ketika hamil
2.
Pantangan
kehamilan dalam budaya jawa masih relevan untuk dipakai, karena mempunyai
ajaran-ajaran religius yang tersirat dalam pantangan-pantangan kehamilan
tersebut. Meskipun mitos juga mempengaruhi kebudayaan jawa tidak berarti hanya
terpaut klenik saja tetapi terdapat makna-makna dan filosofi kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin
Darori , Islam Dan Kebudayaan Jawa Yogyakarta: Gama Media, 2002
Arikunto Suraharismi,
Prosedur Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993
Hadi Sutrisno, Metodologi Research Untuk Penulisan Paper,
Thesis dan Desertasi, Yogyakarta: Andi Offset, 1992
Koentcaraningrat,
Sejarah Antropologi, Jakarta: UI-Press, 1974
______________,
Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1984
N. Driyarkara, Pancasila dan
Religi Mencari Kepribadian Nasional, Bandung: Jzemmers, 1977
Narbuko Cholid & Achmadi Abu, Metode Penelitian, Jakarta:
Bumi Aksara, 2005
Saksono,Ignatius Gatut dan Dwiyanto,
Djoko, Faham Keselametan dalam Budaya Jawa, Yogyakarta: Ampera Utama, 2012
Satoto
Budiono Heru, Simbolisme dalam Budaya Jawa, Jakarta: Gama Media, 2003
Simuh,
Islam Dan Pergumulan Budaya Jawa, Yogyakarta; Teraju, 2003
Soekanto
Soejono, Pengantar Ilmu Sosiologi, Jakarta: Gramedia, 1969
Sutrisno Slamet, Sorotan Budaya
Jawa dan lainya, Yogyakarta: Andi Offset, 1985
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 :
Pedoman Wawancara
1.
Ritual
apa saja yang dilakukan ketika dalam proses kehamilan?
2.
Apakah
pantangan kehamilan dalam adat jawa masih silaksanakan?
3.
Apa
saja pantangan kehamilan di masyarakat sini?
4.
Apa
makna dari pantangan-pantangan tersebut?
5.
Apa
akibatnya jika pantangan itu di langgar?
6.
Apakah
sudah terbukti mengenai pantangan kehamilan?
7.
Sejak
kapan kepercayaan tersbut mulai di praktekkan dalam masyarakat?
8.
Siapa
yang mengajarkan pantangan tersebut?
9.
Bagaimana
respon masyarakat tentang pantangan kehamilan?
10. Apakah pantangan kehamilan dalam budaya jawa ( masyarakat demangan
) ada kaitanya dengan medis ataupun psikilogis?
Lampiran 2 :
Data Narasumber / Informan
1.
Nama : Tini
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Memiliki anak : 2 anak
Usia pernikahan : 9 tahun
Alamat : Jalan Bimo kurdo no 622
RT 024 RW 007
2.
Nama :
Sulistyowati
Umur : 41 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Memiliki anak : 4 anak
Usia pernikahan :15 tahun
Alamat : Jalan Bimo kurdo no 625
RT 24 RW 7
3.
Nama : Siti Aminah
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : pedagang
Memiliki anak : 3 anak
Usia pernikahan : 10 tahun
Alamat : Sapen, Gang Mawar RT 25
RW 38
4.
Nama : Murdiyanthi
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Memiliki anak : 5 anak
Usia pernikahan : 30 tahun
Alamat : Sapen, Jalan Laksda adi
sucipto no 38
5.
Nama : Munawaroh
Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Guru
Memiliki anak : 4 anak
Usia pernikahan : 17 tahun
Alamat : Jalan bimo kurdo no 629
RT 27 RW 7
6.
Nama : Heni Setyawati
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : PNS
Memiliki anak : 2 anak
Usia pernikahan : 8 tahun
Alamat : Sapen, Gang Mangga no
11
Lampiran 3 :
PETA KELURAHAN DEMANGAN KECAMATAN GODOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA
[1]
Koentjaraningrat,
Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm 322.
[2]
Simuh, Islam
Dan Pergumulan Budaya Jawa, ( Yogyakarta; Teraju, 2003), hlm 1.
[3]
Djoko widagdho,
“sikap religius pandangan jawa” dalam dalam Darori Amin (ed), Islam Dan
Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm 70.
[4]
N. Driyarkara, Pancasila
dan Religi Mencari Kepribadian Nasional, (Bandung: Jemmers, 1977), hlm.31.
[5]
Soejono
Soekanto, Pengantar Ilmu Sosiologi, ( Jakarta: Gramedia, 1969), hlm. 79.
[6] Budiono Heru
Satoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa (Jakarta: Gama Media, 2003), hlm.
10.
[7]
Ibid
[8]Ignatius Gatut
Saksono dan Djoko Dwiyanto, Faham Keselametan dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: Ampera Utama, 2012), hlm 60.
[12] Sutrisno Hadi,
Metodologi Research Untuk Penulisan Paper,
Thesis dan Desertasi, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), hlm. 202
[13]
Franx Magnus
Suseno, “Etika Jawa dalam Tantangan”, dalam bukunya Slamet Sutrisno, Sorotan Budaya Jawa
dan lainya, (Yogyakarta: Andi Offset, 1985 ) hlm 17.
I enjoyed reading this article it has the best content. I recommend it as a must read for everyone. I am sure you will enjoy too. Take my online class
BalasHapus