TEORI-TEORI TIPE FISIK (BODY TYPES THEORIES)
DALAM MEMAHAMI TINDAK KEJAHATAN
A. PENDAHULUAN
Meningkatnya tindakan kriminal atau kejahatan sebenarnya
tidak terlepas dari faktor lingkungannya, artinya bahwa tindak kejahatan banyak
terkait pada aspek sosiologis. Selain itu, ada pula faktor lain yang turut
menjadi andil dalam peningkatan tindak kriminal seperti faktor ekonomi, ini
salah satu kajian yang perlu dipahami secara konprehensif guna mengetahui sejauh
mana faktor-faktor tersebut menjadi pengaruh yang signifikan dalam pemicu
kejahatan.
Selanjutnya banyak para ilmuan mengkaji faktor-faktor
lain guna memahami tindak kejahatan itu sendiri, karena pada dasarnya memahami
tindak kejahatan tidak seyogyanya hanya menggunakan satu disiplin ilmu saja
akan tetapi membutuhkan disiplin ilmu lain yang dapat menunjang untuk mengungkap
penyebab sebuah kejahatan.
Sosiologi, psikologi maupun antropologi juga dapat
digunakan dalam memahami tindak kejahatan. Ini penting karena kriminologi dan
disiplin ilmu-ilmu tersebut pada prinsipnya saling berkaitan dan mempunyai
salah satu obyek yang sama yaitu mempelajari manusia.
Ada bagian menarik yang juga tak kalah penting dalam
memahami tindak kejahatan, yaitu adanya teori fisik (body type theories) dalam
memahami tindak kejahatan. Teori ini lebih menitikberatkan pada anatomi tubuh
manusia sebagai bagian penting yang dikaji untuk memehami sebuah kejahatan. Terlepas
dari benar tidaknya teori ini yang jelas merupakan sebuah kajian mendalam yang
digunakan oleh tokoh-tokohnya seperti Ernest Kretchmer dan William H. Sheldon.
Dalam makalah ini akan dibahas secara ringkas tentang
teori-teori body fisik dalam memahami tindak kejahatan.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan
masalah dalam pembahasan ini yaitu :
1. Apa pengertian teori tipe fisik dan
hubungannya dengan tindak kejahatan
C. TUJUAN
PENULISAN
Selanjutnya,
tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian teori bodi fisik dan
hubungannya dengan tindak kejahatan
D. PEMBAHASAN
1. Pengertian teori tipe fisik
Teori ini mengemukakan bahwa penjahat
itu dapat dilihat dari kondisi fisik tertentu. Para ahli penggagas teori ini
melihat bahwa orang melakukan kejahatan dapat diamati melalui keadaan fisik
baik fisik yang lahiriah (terlihat) maupun fisik yang termasuk ke dalam gen
atau kromosom-kromosom dalam tubuh.[1]
Ada beberapa ahli yang menjelaskan
tentang teori ini, namun akan diuraikan beberapa saja, diantaranya :
a. William H Sheldon
Dia dilahirkan pada tahun 1899 di Warwick Rhede Island sekaligus dibesarkan
disana dalam suasana pertanian. Ayahnya seorang naturalis dan peternak yang
memberi pengaruh besar terhadap pandangan Sheldon mengenai manusia.
Sepanjang pendidikannya, ia menjadi guru besar pembantu di Universitas
Wisconsin dan menuntaskan pendidikan kedokterannya kemudian bekerja di rumah
sakit kanak-kanak di Chicago yang selanjutnya ia juga belajar psikiatri. Dalam
pendidikannya itu juga ia pernah belajar kepada Kretschmer, CG Jung, Viola dan
Freud.[2]
Dalam teorinya,
dapat dikemukakan bahwa struktur jasmani manusia mempunyai pengaruh terhadap
tingkah laku manusia. Adapun yang menjadi landasan sikapnya yang mementingkan
jasmani manusia serta pengukuran-pengukurannya adalah keyakinannya yang kuat
bahwa faktor-faktor keturunan biologis mempunyai peranan yang sangat penting
dalam menentukan tingkah laku.[3]
Selanjutnya ia
juga memformulasikan tipe-tipe tubuh yang dapat dikelompokkan menjadi[4] :
1) Endomorph
Alat-alat dalam
memegang peranan yang sangat penting. Ini ditandai : lembut, gemuk, berat badan
relatif rendah.
2) Mesomorph
Yang relatif
berkembang adalah otot-otot, pembuluh darah, jantung dominan. Yang tampak
adalah: kokoh, keras, otot kelihatan bersegi-segi, tahan sakit, (banyak
diantara olahragawan dan tentara termasuk tipe ini).
3) Ectomorph
Yang berkembang
kulit, sistem syaraf memainkan peranan penting. Kemudian yang tanpak adalah
jangkung, dada kecil dan pipih, lemah dan otot-otot hamper tidak nampak
berkembang.
Setiap tipe di atas mempunyi temperamen yang
berbeda-beda. Menurutnya ada korelasi antara fisik dan temperamen tetapi tidak
untuk satu hubungan. sehingga dalam kesimpulan penelitiannya dia menyimpulkan
bahwa orang yang didominasi sifat bawaan Mesomorph (secara fisik kuat, agresif
dan atletis) cenderung lebih dari orang lainnya untuk terlibat dalam perilaku
ilegal, artinya ia ingin menunjukkan bahwa tipe mesomorph merupakan yang paling
banyak melakukan kejahatan.[5]
Dalam studinya ini Shaldon meneliti 200
pria berusia 15 sampai 21 guna menghubungkn antara fisik dan temperamen.[6]
b. Temuan William Sheldon ternyata mendapat
dukungan dari Sheldon Gluck dan eleanor Gluck yang melakukan study kompartif
antara pria Delinquent dengan non delinquent. Sebagai suatu kelompok, pria
Delinquent didapati memiliki wajah yang lebih sempit (kecil) dada lebar,
pinggang yang lebih besar dan luas, lengan bawah dan lengan atas yang lebih
besar dibandingkan non Delinquent. Penyelidikan mereka juga menyimpulkan bahwa
kurang lebih 60 % delinquent dan 31 % non delinquent didominasi mereka yang
Mesomorphic.
c. Kretchmer, dalam hal ini mengembangkan
penggolongan bentuk-bentuk tubuh dalam hubungannya dengan penyakit-penyakit
jiwa.[7] Disini
dia ingin menunjukkan bahwa ada hubungan tipe tubuh fisiologis dengan
kepribadian. Menurutnya, ada 3 bagian pokok mengenai tipe tubuh manusia yang
mempengaruhi tingkah laku, yaitu: [8]
1. Tipe Leptosomic
Ciri dari tipe
ini yaitu agak gemuk dengan tinggi badan
2. Tipe Atletik
Ciri ini adalah
perkembangan kuat dari kerangka dan otot
3. Tipe Phicnic
Perkembangan
kuat dari luar rongga badan manusia, dada, perut besar dengan penumpukan lemak.
Tipe-tipe ini ada pada laki-laki dan perempuan namun lebih banyak pada
laki-laki.
Kretchmer menyimpulkan bahwa ada hubungan biologik yang
jelas antara pembawaan mental dan tipe fisik (bentuk badan) dan yang paling
mencolok adalah hubungan antara pembawaan dan tipe leptosonik serta athletic.
Jadi, menurut Kretchmer orang yang normal itu memiliki perkembangan yang
seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya
imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian. Selanjutnya beberapa
peneliti berpendirian dan menemukan dari teori ini bahwa ada korelasi tertentu
diantara tipe-tipe bentuk badan dan macam kejahatan, mereka beranggapan bahwa tipe
athletic cenderung berbuat kejahatan dengan kekerasan seperti perampokan
dan pembunuhan, tipe leptosome cenderung berbuat pencurian-pencurian
kecil sedang tipe pyknic cenderung berbuat penipuan.[9]
d. Terkait dengan kriminalitas dan Faktor
genetika ada beberapa hasil kajian yang patut dicermati yang menghubungkan antara
faktor-faktor genetika dengan kriminalitas, antara lain studi tentang orang
kembar seperti (Twin Studies) dan Cromosom ( The XYY syindrom) untuk
membuktikan apakah benar kejahatan ditentukan oleh genetika, para peneliti
telah meneliti Monozigotic twins dihasilkan dari satu telur yang dibuahi yang
membelah menjadi dua embrio kembar dan membagi sama gen-gen mereka. Dari hasil
ini menunjukkan suatu kesamaan terutama pada penyakit jasmani dan kekurangan
pertumbuhan mental, sehingga bisa dikatakan bahwa pembawaan yang diwarisi
merupakan sebab utama dari kejahatan atau dengan kata lain beberapa pengaruh
genetika dapat meningkatkan resiko kriminalitas.[10]
e. Terkait
dengan learning disabilities, teori ini dikenalkan oleh Sutherland.[11] Teori ini beranggapan bahwa tingkah laku
kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain melalui proses
komunikasi. Seseorang tidak begitu saja menjadi kriminal hanya karena hidup
dalam suatu lingkungan yang kriminal. Kejahatan dipelajari dengan partisipasi
bersama orang lain baik dalam lingkungan komunikasi verbal maupun non verbal,
dan yang paling penting dari pembelajaran itu adalah dari ranah keluarga
terdekat, karena dengan merekalah interaksi inten terjadi bahkan mampu melebihi
media massa. Adapun kejahatan yang dapat dipelajari dari teknik-teknik yang
paling mudah hingga yang sulit bahkan
sampai kepada merasionalisasikan hal-hal yang menjadi perbuatan tersebut.[12]
Selain itu, Bandura dalam teorinya belajar sosial menyatakan bahwa peran
model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur
tertentu (gang) merupakan contoh baik untuk terbentuknya perilaku kriminal.
Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi merupakan cara yang biasa
dilakukan hingga terbentuknya perilaku menyimpang tersebut. Ada dua cara
observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak
langsung.[13]
E. KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Teori tipe fisik mengemukakan bahwa
penjahat itu dapat dilihat dari kondisi fisik tertentu dan orang melakukan
kejahatan dapat diamati melalui keadaan fisik baik fisik yang lahiriah
(terlihat) maupun fisik yang termasuk ke dalam gen atau kromosom-kromosom dalam
tubuh.
Selanjutnya kejahatan juga dipelajari dengan partisipasi
bersama orang lain baik dalam lingkungan komunikasi verbal maupun non verbal.
Banyak kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang
didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Misalnya,
karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut
merah (blond hair), dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws),
sedangkan karakteristik perampok memiliki rambut yang panjang bergelombang,
telinga pendek, dan wajah lebar. Pendekatan ini dapat diterima secara ilmiah,
karena metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli kriminologi kala
itu, yaitu dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan yang sudah
ditahan/dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil pengukuran itu
dilakukan penyimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Hurwitz, Stepan, Kriminologi, disadur
oleh Moeljatno, Jakarta: Bina Aksara, 1986.
Sugiharto, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press, 2007.
Sujanto, Agus, Psikologi Kepribadian,
Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Kepribadian,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Sutherland, Edwin, Azas-azas Kriminologi,
Bandung: Alumni, 1973.
Wirawan Sarwono, Sarlito, Teori-Teori
Psikologi Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2006.
[1] Agus Sujanto dkk, Psikologi Kepribadian, cet. Ke-11 (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), hlm. 25.
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm. 31.
[3] Ibid.,
hlm. 32.
[4] Ibid.,
hlm. 34.
[5] Hari Saherodji, Pokok-Pokok Kriminologi (Jakarta: Aksara Baru,
1980), hlm. 24.
[6] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian ,…….,hlm. 45.
[7] Edwin
Sutherland, Azas-azas Kriminologi, disadur oleh Momon Martasaputra
(Bandung: Alumni, 1973), hlm. 155.
[8]
Stepan Hurwitz, Kriminologi, disadur oleh Moeljatno (Jakarta: Bina
Aksara, 1986), hlm. 55.
[10] Ibid., hlm. 50.
[11] Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial (Jakarta:
Raja Grafindo Persada,2006), hlm. 187.
[12] Ibid., hlm. 188.
[13] Sugiharto dkk, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: UNY Press, 2007),
hlm. 116.
0 komentar:
Posting Komentar