Resume Buku Fiqih jinayah karangan Dr.Makhrus Munajat
BAB I
HUKUM PIDANA ISLAM (FIQHU JINAYAH)
Pengertian :
Jinayah
(jarimah) berasal dari bahasa arab
“janaa” yang memiliki arti berbuat jahat.
Sedang menurut Abdul Qodir Audah, jarimah adalah perbuatan yang dilarang oelh syara’,
baikperbuatan itu mengenahi jiwa, harta
benda atau yang lainnya.
Sedang
menurut istilah jarimah diartikan : larangan-larangan syara’ yang diancam oleh
Allah dengan hukuman had atau ta’zir. Yang perlu diketahui disini bahwasanya
yang disebut jarimah bukan saja perilaku aktif seperti membunuh, tapi juga
perilaku pasif, seperti memberi makanan tahanan. Pandangan seperti itu
didasarkan dari Al-Quran, hadis, ijtihad dan qiyas.
Unsur-unsur
Jarimah:
·
Unsur formil
(adanya Undang-undang atau Nas)
·
Unsur materiil
(sifat melawan hokum)
·
Unsur moril
(pelakunya mukallaf/ si pelaku dapat dimintai pertanggung jawaban atas
perbuatannya).
Macam-macam
Jarimah
·
Dari segi berat
ringan hukuman ada 3 jenis: hudud, qisas dan ta’zir.
·
Dari segi
pelakunya ada 2 jenis: jarimah maqsudah (yang disengaja) dan jarimah ghaira
maqsudah (tidak ada unsur kesengajaan).
·
Dari segi sikap
berbuat atau tidak berbauat ada 2 jenis:
jarimah ijabiyah (positif), misal: berbuat zina dan jarimah salabiyah
(negative). Misal: tidak membayar zakat.
·
Dari segi korban
ada 2 jenis: jarimah masyarakat (untuk melindungi kepentingan umum) dan jarimah
perorangan (untuk melindungi kepentingan perorangan).
·
Dari segi
ketertiban umum ada 2: jarimah ‘adiyyah (biasa) dan jarimah siyasah (politik)
BAB II
ASAS –ASAS UMUM FIKIH JINAYAH
a. Asas legalitas, legalitas adalah
keabsahan sesuatu menurut undang-undang.
b. Sumber hukum asas legalitas : (1) Al-Quran dalam
surat Al-Isra’ ayat 15. (2) Al-Quran dalam surat Al-Qashas ayat 59. (3)
Al-Quran dalam surat Al-An’am ayat 19 (4) Al-Quran dalam surat Al-baqarah ayat
286
c. Penerapan asas legalitas,, tidak ada hukuman bagi perbuatan mukallaf sebelum
adanya ketentuan nash.
d. Asas tidak berlaku surut, hukum pidana islam tidak tidak berlaku surut artinya sebelum adanya
nash yang melarang perbuatan, maka perbutan mukallaf tidak bisa dianggap
sebagaai jarimah, tetapi pada praktiknya ada jarimah yang berlaku surut berat
dan sangat berbahaya apabika tidak diterakam , yaitu : jarimah qazaf, jarimah
hirabah
e. Asas praduga tak bersalah, sesuatu atau semua perbutan dianggap boleh , kecuali
dinyatakan sebaliknya oleh suatu nash hukum.
BAB III
PERCOBAAN MELAKUKAN JARIMAH
a. Pengertian percobaan tindak pidana dan
pendapat fuqoha.
Percobaan
tiindak pidana adalah tidak selesainya perbuatan pidana karena adanya faktor
eksternal, namun sipelaku adaniat dan adanya permulaan perbuatan pidana
b. Fase-fase dalam tindak pidana
1. Fase pemikiran dan perencanaan (marhalah
at-tafkir wa at-tashim), memikirkan dan merencanakan sesuatu jarimah tidak
dianggap ma’siat yang dijatuhi hukuman.
2. Fase persiapan (marhalah at-tahdzir),
mempersiapkan alat untuk melaksanakan jarimah, fase persiapan juga tidak
dianggap sebagai jarimah.
3. Fase pelaksanaan (marhalah tanfidiniyah),
fase ini dianggap sebagai jarimah karena telah dilaksanakan perbuatan jarimah
itu.
c. Pendirian hukum positif, sama dengan syara’ bahwa permulaan tindak pidana tidak
dapat dihukum, baik fase-fase pemikiran-perencanaan dan persiapan
d. Hokuman
percobaan, hukuman jarimah yang selesai tidak boleh disamakan
dengan jarimah yang tidak selesai, eturan tersebut berlaku untuk jarimah –
jarimah hudud dan qisas karena hukuman tersebut sudah ditentukan jumlahnya.
Tidak
selesai karena taubat, apabila seseorang
berbuat jarimah hirabah sudah menyatakan taubat /penyesalan maka hauslah hukumanya
BAB IV
TURUT SERTA BERBUAT JARIMAH
Dasar yang manjadi dasar isytirak
fil jarimah adalah hadits riwayat Daruquthni yang diutip Syaukani yan artinya :
jika ada seseorang yang menahan orang dan ada orang yang membubuhnya, maka
bunuh orang yang membunuh dan kurung orang yang menahan. Dalam kasus ini untuk
membedakan pelaku yang turut berbuat langsung dan tidak, fuqoha mengadakan 2
penggolongan :
1. Orang
yang turut berbuat langsung (syarik mubasyir)
2. Orang
yang tidak berbuat langsung (syarik muntashib).
Turut
berbuat langsung
Untuk
beberapa perbuatan para fuqoha’ mempersamakan hukuman bagi pelaku perbuatan
jarimah langsung dan tidak langsung karena beberapa kasus. 1) orang yang
berbuat jarimah bersamaan, sekalipun yang menghilangkan nyawa atau merugikan
salah satu dari mereka. 2) pelaku jarimah tidak langsung hanya menjadi sebab,
sedangkan yang pelaku jarimah langsung hanya menjadi kaki tangan semata. Bagi yang
melakukan jarimah langsung akan mendapatkan hukuman had dan qishah.
Turut
berbuat tidak langsung
Ialah setiap
orang yang mengadakan persepakatan dan serta merta terdorong untuk melakukan
hal-hal yang dapat dijatuhi sanksi hukuman.
Bentuk-bentuk
jarimah tidak langsung :
·
Persepakatan
·
Menyuruh
(tahridh)
·
Member bantuan
(I’anah)
Bagi
yang melakukan jarimah tidak langsung akan mendapatkan hukuman ta’zir.
BAB V
PERTANGGUNG
JAWABAN PIDANA
Ialah
bentuk pembebanan terhadap seseorang yang melakukan jarimah dengan kemauan
sendiri dan dia tahu benar akibat perbuatannya itu. Ada 3 syarat dalam hal ini:
1) ada perbuatan jarimah 2) ada tindakan 3) pelaku tahu akibat dari apa yang
dia lakukan.
Macam-macam
Maksud Melawan Hukum
·
Maksud melawan
hukum umum dan khusus
·
Maksud melawan
hukum tertentu dan tidak tertentu
·
Maksud langsung
dan tidak langsung
Beberapa
Hal yang dapat Mempengaruhi Hukuman
·
Menjalankan
ketentuan syariat
·
Karena perintah
jabatan
·
Keadaan terpaksa
·
Pembelaan diri
·
Subhat
·
Unsur pemaaf
BAB
VI
‘UQUBAH (HUKUMAN)
Yaitu
balasan bagi seseorang yang melanggar ketentuan syara’ yang ditetapkan Allah
dan Rasul-Nya demi kemaslahatan manusia. Dalam menetapkan hukuman seorang hakim
menggunakan prinsip ikhtiyath: hindari hukuman had terhadap perkara
subhat, dan lebih baik salah memaafkan daripada salah menjatuhkan hukuman.
Syarat-syarat
Hukuman Tindak Pidana
·
Hukum itu di
syariatkan
·
Hukuman hanya
dikenakan pada pelaku tindak pidana
·
Hukuman itu
bersifat universal dan berlaku bagi seluruh orang.
Klasifikasi
Hukuman
·
Dilihat dari
pertalian hukuman, ada 4 macam: hukuman pokok, pengganti, tambahan dan
pelengkap.
·
Dilihat dari
kewenangan hakim, ada 2 macam: hukuman yang bersifat terbatas, dan yang
memiliki alternative untuk dipilih.
Gabungan
Hukuman
yaitu hukuman
kepada seseorang yang telah berulang-ulang melakukan jarimah. Ada dua macam: 1)
gabungan hukuman anggapan, 2) gabungan nyata.
Pelaksanaan
Hukuman
1. Jarimah
Hudud. Untuk melaksanakannya harus ada izin dari imam.
2. Jarimah
qishas diyat. Untuk melaksanakannya dapat dilakukan oleh korban jarimah atau
wakilnya (tapi tetap harus dibawah pengawasan imam/ Negara)
3. Jarimah
Ta’zir. Mutlak dilaksanakan oleh Negara. Tidak boleh tidak.
Tujuan
Hukuman
Menurut
Andi Hamzah dan A. Simanglipu:
1. Sebagai
pembalasan
2. Penghapusan
dosa
3. Menjerakan
4. Memperbaiki
pelaku jarimah
BAB VII
JARIMAH HUDUD
Jarimah Hudud merupakan tindakan
yang sanksinya berasal dari Allah secara langsung, karena dirasa Al-Quran telah
menjelaskan hukumannya secara definitif dalam Al-Quran, serta permasalah disini
dirasa sangat vital bagi bagi kehidupan pribadi maupun kolektif. Jumhur ulama’
merumuskan jarimah hudud ada 7 :
1. Zina
2. Qodzaf
(tuduhan palsu zina)
3. Sariqoh
(pencurian)
4. Hirobah
(perampokan)
5. Riddah
(murtad)
6. Al-baghy
(pemberontakan)
7. Syurb
al-khomr (minum khomr).
BAB VIII
JARIMAH QISHASH DIYAT
Yaitu kejahatan terhadap jiwa
(membunuh) dan anggota badan (pelukaan) yang diancam dengan hukuman qishahs
(serupa) atau diyat (ganti rugi pelaku kepada pihak korban). Dalam Hukum Pidana
Islam yang termasuk qishahs diyat adalah 1) pembunuhan dengan sengaja 2)
pembunuhan semi sengaja 3) menyebabkan kematian orang karena kealpaan atau
kesalahan 4) penganiayaan dengan sengaja dan 5) menyebabkan orang luka karena
kealpaan atau kesalahan.
Hikmah qishahs adalah untuk
menegakkan keadilan di tengah masyarakat sekaligus supaya seseorang tidak
mudah-mudah menghilangkan nyawa orang lain. Sedang hukum diyat adalah untuk
menciptakan hidup baru bagi pelaku (karena merasa aman), dan untuk meringankan
beban hidup dan kesedihan bagi keluarga korban yang ditinggalkan.
Nilai-nilai
Humanisme dalam Qishash Diyat
1. Bentuk koreksi hukuman yang
diskriminatif pada masa jahiliyah
2. Menegakkan keadilan demi tegknya
supremasi hukum
3. Perlindungan terhadap korban dan walinya.
BAB
IX
JARIMAH
TA’ZIR
Secara bahasa ta’zir berarti
mencegah dan menolak. Ta’zir dimaksudkan untuk member efek jera pada pelaku
supaya tidak mengulangi perbuatannya. Wahbah Zuhaili menjelaskan, yang dimaksud
ta’zir adalah hukuman yang ditetapkan atas perbuatan maksiat atau jinayah yang
tidak dikarenakan had dan kafarat.
Jarimah
ta’zir dapat dibagi menjadi 3 bagian:
1. Karena melakukan kemaksiatan
2. Karena melakukan perbuatan yang
membahayakan kepentingan umum
3. Karena melakukan pelanggaran.
Sedang
dari hal yang dilanggarnya ta’zir dibagi menjadi 2 bagian : ta’zir yang
menyinggung hal Allah dan yang menyinggung hak perorangan.
Sumber
Hukum Ta’zir
·
Dari
qoul; at ta’zir yaduru ma’al mashlahah
·
Dari
Al-Quran; surat Al-Fath ayat 8-9
·
Dari
hadits; yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim yang artinya “bahwa Nabi SAW
menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan.
Jenis-jenis
Jarimah Ta’zir
1. Jarimah yang berasal dari jarimah hudud
dan qishah
2. Yang jenisnya sudah disebutkan tapi
hukumnya belum.
3. Yang baik jenis maupun hukumannya belum
disebutkan dalam Al-Quran
Pembagian
Jarimah Ta’zir
Menurut
Abdul Aziz Amir;
1. Terkait pembunuhan
2. Terkait pelukaan
3. Terkait kehormatan dan kerusakan akhlak
4. Terkait harta benda
5. Terkait maslahat individu
6. Terkait keamanan umum.
COMMENT BUKU
Kelebihan
lain buku ini terletak pada kajian pidana denda dalam hukum Islam. Dalam hukum
Islam pidana denda (diyat) berbeda dengan yang terdapat dalam hukum
pidana Indonesia. Pidana denda dalam hukum islam merupakan suatu ganti kerugian
karena pembayaran denda dibayar oleh negara kepada korban atau keluarganya. Hal
demikian tidak ditemukan dalam hukum pidana. Pidana denda dalam hukum Islam
menganut pendekatan restorative justice dengan berpangkal
tolak pada upaya pencegahan, rekonsiliasi dan pemaafan dalam rangka perdamaian
. Dianutnya pendekatan tersebut menjadikan sanksi hukum dalam hukum Islam
bersifat unik. Karena di samping konsep sanksi hukum itu mempunyai kaitan
dengan sanksi agama, juga karena konsep itu memiliki dua sifat sekaligus, yaitu
pidana dan perdata .
Dalam
hukum adat pidana denda dimanifestasikan melalui pembayaran sejumlah uang dalam
rangka menciptakan keseimbangan pada masyarakat akibat adanya suatu kejadian
yang menurut masyarakat merupakan suatu gangguan. Oleh karena itu, pemulihan
atas keseimbangan memerlukan denda dalam upaya pemulihan. Model eksekusi pidana
denda dibayar langsung kepada Negara atau ketua adat dan selanjutnya ketua adat
menyampaikannya kepada korban atau kelurganya, sebagiannya untuk ketua adat,
karena kedudukannya untuk kepentingan komunal masyarakat adat. Selain itu, buku
ini tersusun secara sistematis dan dengan bahasa yang sedehana sehingga mudah
difahami.
Namun
demikian, buku ini juga memiliki beberapa kelemahan. terdapat beberapa uraian
yang disampaikan berulang-ulang dan kurang luas dalam penjabaran, serta
penggunaan design
yang kurang menarik, dan menggunakan bahasa
khusus sehingga pembaca sulit untuk memahami
isinya, terutama pembaca yang tidak memiliki latar belakang keilmuan di bidang
hukum pidana islam.
Terlepas dari
kelemahan tersebut, kehadiran buku ini tetap akan menambah khasanah bagi
pengembangan wacana pidana islam, Buku ini juga akan sangat bermanfaat bagi
para akademisi, mahasiswa, dan praktisi untuk menambah pengetahuannya dalam
bidang hukum pidana.
syukron,, apakah hasil resume ini pernah di kumpulkan kpd bpk makruf sbg tugas? bgaimana tanggapan beliau dgn halaman yg sangat sedikit ini? salam dari adik tingkat 2016
BalasHapus