MONEY
LAUNDERING
Diajukan guna memenuhi tugas dalam mata kuliah Kriminologi
Dosen Pengampu : Siti Jahroh, SHI.
oleh : Mazka Kaukab Izzudin Akmal
NIM : 11360049
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB
DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah money laundering ada yang
menterjemahkan dengan pemutihan uang atau pencucian uang. “Pemutihan” memberi
kesan, bahwa uang yang sebelumnya “haram” atau “tidak sah”, karena merupakan
hasil kejahatan, setelah melalui proses tertentu menjadi “halal” atau “sah”,
seperti halnya pemutihan pemberian izin mendirikan bangungan bagi yang belum memiliki
izin. Sementara istilah “pencucian” tidak menggambarkan adanya proses dar “haram”
menjadi “halal”. Dengan demikian terjemahan istilah money laundering dengan
istilah “pencucian uang” dirasakan lebih tepat.
Pemicu dari tindak pidana pencucian uang
sebenamya adalah suatu tindak pidana atau aktivitas kriminal, seperti
perdagangan gelap narkotika, korupsi dan penyuapan. Kegiatan money laundering
ini memungkinkan para pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan atau mengaburkan
asal-usul sebenamya dari suatu dana atau uang hasil tindak pidana yang dilakukan.
Melalui kegiatan ini pula para pelaku akhimya dapat menikmati dan menggunakan hasil
tindak pidananya secara bebas seolah-olah tampak sebagai hasil kegiatan yang sahllegal
dan selanjutnya mengembangkan lagi tindak pidana yang dilakukannya. Dengan semakin
berkembang hasil tindak pidana dan tindak pidana itu sendiri, mereka dapat mempunyai
pengaruh yang kuat di bidang ekonomi atau politik yang sudah tentu dapat merugikan
orang banyak.
Masalah
money laundering belakangan makin mendapat perhatian khusus dari dunia
internasional. Perhatian dipicu dengan semakin banyaknya tindak kejahatan ini
dari waktu ke waktu, sementara kebanyakan negara belum menetapkan sistem
hukumnya untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan yang harus
diberantas. Mantan Direktur Internasional Monetery Fund (IMF) Michel Camdessus
pernah mengungkapkan bahwa diperkirakan volume dari money laundering adalah
antara 2 hingga 5 persen GDP dunia.[1]
Pada
tanggal 22 Juni 2001, FATF memasukkan Indonesia, disamping 19negara lainnya ke
dalam daftar hitam Non Coperative Countries or Territories(NCCTs) atau kawasan
yang tidak koperatif dalam menangani kasus money laundering. Kesembilan belas
Negara lain adalah Mesir, Rusia, Hongaria, Israel,Libanon, Filipina, Myanmar,
Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Republik Dominika, Guatemala, St.Kits dan
Nevis, St.Vincvent dan Grenadines serta Ukraina.[2]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
money laundry adalah merupakan istilah hukum.
Yang dipermasalahkan adalah legalitas dari sumber pendapatan atau kekayaan
illegal tersebut. pemutihan uang dapat disebut sebagai suatu cara atau proses
untuk merubah uang haram yang sebenarnya dihasilkan dari sumber illegal
sehingga seolah – olah menjadi berasal dari sumber yang halal.[3]
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian dicabut
dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang memberi pengertian tentang pencucian uang yaitu
menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan
lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil
tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul
harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Dalam tindak pidana pencucian uang terkait dua tindak pidana, yaitu
kejahatan menghasilkan uang haram (misalnya korupsi) dan pencucian uang haram.
Kualifikasi tindak pidana pencucian uang dirumuskan sebagai penempatan harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
ke dalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama orang
lain. [4]
pendapat
lain, money laundry adalah rangkaian kegiatan yang merupakan
proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu
uang yang berasal dari kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang
berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara terutama
memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan ( financial system) sehingga
uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang
halal.[5]
B.
Landasan
Yuridis
Pada tanggal 17 April 2002 telah diundangkan UU No. 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Lembaran Negara No. 30. UU ini tidak
mendefinisikan apa yang dimaksud dengan pencucian uang, hanya dalam penjelasan
dinyatakan bahwa upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
ini dikenal sebagai pencucian uang (money laundering). Tindak pidana tersebut
adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 Undang-Undang ini yakni
harta kekayaan yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau
lebih atau nilai setara yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari
kejahatan korupsi; penyuapan; penyeludupan barang; penyeludupan tenaga kerja;
penyeludupan imigran; perbankan; narkotika; psikotropika; perdagangan budak,
wanita, dan anak; perdagangan senjata gelap; penculikan; terorisme; pencurian;
penggelapan; penipuan, yang dilakukan baik di wilayah RI atau di luar wilayah
RI dan kejahatan tersebut merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Kemudia undang-undang tersebut diperbaharui menjadi Undang-undang No.25
Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang berupaya untuk meminimalisir
pencucian uang, sampai dengan saat ini pelaksanaan UU tersebut berupaya terus
ditingkatkan.
C.
Sanksi Hukum
Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan
UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003
dimuat dalam
- pasal 3 :
(1) Setiap orang yang
dengan sengaja:
a.
menempatkan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam
Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain;
b.
mentransfer Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu
Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama
sendiri maupun atas nama pihak lain;
c.
membayarkan atau membelanjakan
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
d.
menghibahkan atau menyumbangkan
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
e.
menitipkan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas
namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
f.
membawa ke luar negeri Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana;
atau
g.
menukarkan atau perbuatan lainnya
atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana
pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
(2)
Setiap orang yang
melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak
pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
- Pasal 6
(1) Setiap orang yang
menerima atau menguasai:
a.
penempatan;
b.
pentransferan;
c.
pembayaran;
d.
hibah;
e.
sumbangan;
f.
penitipan; atau
g.
penukaran,
Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi Penyedia Jasa
Keuangan yang melaksanakan kewajiban pelaporan transaksi keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13.
- Pasal
7
Setiap Warga Negara
Indonesia dan/atau korporasi Indonesia yang berada di luar wilayah Negara
Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan
untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagai
pelaku tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Dari pasal-pasal di
atas, ditunjukkan adanya pengaturan terhadap jenis-jenis tindak pidana sebagai
berikut :
1. Tindak pidana
pencucian uang : yaitu tindakan untuk menempatkan, mentransfer,
membayar/membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke
luar negeri, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga lainnya, atau
perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan
hasil tindak pidana dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul harta kekayaan tersebut.
2. Tindak pidana percobaan, pembantuan atau
permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.
D.
Unsur-unsur
Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 2002, mendefinisikan Pencucian Uang adalah
perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan
lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil
tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul
Harta Kekayaan sehingga seolah-seolah menjadi Harta Kekayaan yang sah.
Pendefinisian
di atas mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a.
Pelaku
b.
Transaksi keuangan atau alat keuangan atau finansial untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan seolah-olah menjadi harta kekayaan yang
sah
c.
Merupakan hasil tindak pidana
ü Pelaku
Dalam
UU No. 15 Tahun 2002 maupun perubahannya dalam UU No. 25 Tahun 2003, digunakan
kata “setiap orang”, dimana dalam Pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa Setiap orang
adalah orang perseorangan atau korporasi. Sementara pengertian korporasi
terdapat dalam Pasal 1 angka 3 yang menyatakan bahwa Korporasi adalah kumpulan
orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum.
ü Transaksi
keuangan atau alat keuangan atau finansial untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan seolah-olah menjadi harta kekayaan yang
sah
Istilah
transaksi jarang atau hampir tidak dikenal dalam sisi hukum pidana tetapi lebih
banyak dikenal pada sisi hukum perdata, sehingga undang-undang tindak pidana
pencucian uang mempunyai ciri kekhususan yaitu di dalam isinya mempunyai
unsur-unsur yang mengandung sisi hukum pidana maupun perdata. UU No. 25 Tahun
2003 mendefinisikan Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau
kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih, termasuk kegiatan entransferan
dan/atau pemindahbukuan dana yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan.
Transaksi keuangan yang menjadi unsur pencucian uang adalah transaksi keuangan
mencurigakan dan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai yang belum
dilaporkan dan mendapat persetujuan dari Kepala PPATK. Definisi Transaksi
Keuangan Mencurigakan adalah (Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003) :
a.
transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan
pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan;
b. transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan
yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini; atau
c. transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan
dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana,
dandefinisi Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai diatur dalam Pasal 1
angka 8 UU No. 25 Tahun 2003 adalah transaksi penarikan, penyetoran, atau
penitipan yang dilakukan dengan uang tunai atau instrumen pembayaran lain yang
dilakukan melalui Penyedia Jasa Keuangan.
ü Merupakan
hasil tindak pidana
Penyebutan tindak pidana pencucian uang salah satunya
harus memenuhi unsur adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 UU No. 25 Tahun 2003, dimana perbuatan melawan hukum tersebut terjadi
karena pelaku melakukan tindakan pengelolaan atas harta kekayaan yang merupakan
hasil tindak pidana. Pengertian
hasil tindak pidana dinyatakan pada Pasal 2 UU No. 25 Tahun 2003 yang telah
mengubah UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang dalam
pembuktian nantinya hasil tindakan pidana akan merupakan unsur-unsur delik yang
harus dibuktikan. Pembuktian apakah benar harta kekayaan tersebut merupakan
hasil tindak pidana adalah dengan membuktikan ada atau terjadi tindak pidana
yang menghasilkan harta kekayaan tersebut, pembuktian disini bukan untuk
membuktikan apakah benar telah terjadi tindak pidana asal (predicate crime)
yang menghasilkan harta kekayaan.
Sejalan
dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan dewasa ini,
banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang mengingat
sektor inilah yang banyak menawarkan jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan
yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana.
Dengan adanya globalisasi perbankan, dana hasil kejahatan mengalir atau
bergerak melampaui batas yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia
bank yang pada umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan.[6]
E.
Fakor – Faktor Penyebab
Terjadinya Money Laundering
ü Globalisasi
system keuangan.
ü Kemajuan
dibidang teknologi. Dalam hal ini yang paling mendorong maraknya pencucian uang
adalah teknologi di bidang informasi. Salah satunya adalah kemunculan internet
di dunia maya (cyber space). Dengan kemajuan teknologi informasi tersebut, bata
batas Negara-negara. Kejahatan-kejahatan tersebut kemudian berkembang menjadi
kejahatan – kejahatan transnasional.
ü Ketentuan
rahasia bank yang sangat ketat pada suatu Negara.
ü Munculnya
jenis uang baru yang disebut electronic money (e-money), yang tidak terlepaskan
dengan maraknya electronic commerce (e-commerce) melalui internet.
ü Ketentuan
perbankan di suatu Negara yang memperbolehkan penggunaan nama samara atau
anonym bagi nasabah (individu dan korporasi) yang menyimpan dana di suatu bank.
F.
Kesimpulan
Ø money
laundry adalah rangkaian kegiatan yang merupakan
proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu
uang yang berasal dari kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang
berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara terutama
memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan ( financial system) sehingga
uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang
halal.
Ø Landasan
Yuridis,
Pada tanggal 17 April 2002 telah diundangkan UU No. 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Lembaran Negara No. 30. UU ini tidak
mendefinisikan apa yang dimaksud dengan pencucian uang, hanya dalam penjelasan
dinyatakan bahwa upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini dikenal sebagai pencucian uang (money laundering).
Ø Pengaturan Tindak
Pidana Pencucian Uang Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 25 Tahun 2003 dimuat dalam : pasal 3, pasal 6, pasal 7
dsb.
Ø Unsur
– unsur tindak pidana money laundering : Pelaku, Transaksi keuangan atau alat
keuangan atau finansial untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah, Merupakan hasil tindak
pidana.
Ø Factor
– factor tindak pidana money laundering : Globalisasi system keuangan, Kemajuan
dibidang teknologi, Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat pada suatu Negara,
Munculnya jenis uang baru yang disebut electronic money (e-money), yang tidak
terlepaskan dengan maraknya electronic commerce (e-commerce) melalui internet,
Ketentuan perbankan di suatu Negara yang memperbolehkan penggunaan nama samara
atau anonym bagi nasabah (individu dan korporasi) yang menyimpan dana di suatu
bank, Karena dimungkinkannya praktik pencucian uang dilakukan secara layering
(pelapisan).
DAFTAR PUSTAKA
v Siahaan, N.H.T,Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan., Mengurai UU No.15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan : 2002)
v Edi Setiadi Bunga Rampai Hukum Pidana. Fakultas Hukum UNISBA, Bandung,
2005, hlm.122.
v http://0sprey.wordpress.com/2012/05/29/pengertian-dan-metode-tindak-pidana-pencucian-uang/
di akses 13 mei 2013 14.00 WIB
v Remy Syahdaeni, Pencucian Uang : Pengertian, Sejarah, Faktor – faktor
Penyebab dan Dampaknya bagi Masyarakat. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 3
tahun 2003, hlm. 6
v Adrian Sutedi, “Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi, dan kepailitan”. Cetakan Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2008)
v Meynyeng.wordpress.com/2010/03/26/money-landering-politik-cuci-uang/ di
akses 13 mei 2013 14.00 WIB
[1] Siahaan,
N.H.T,Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan., Mengurai UU No.15 Tahun 2002
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan : 2002),
hal.1.
[2] “Ibid”, hal 2.
[4] http://0sprey.wordpress.com/2012/05/29/pengertian-dan-metode-tindak-pidana-pencucian-uang/ di akses
13 mei 2013 14.00 WIB
[5] Remy Syahdaeni, Pencucian Uang :
Pengertian, Sejarah, Faktor – faktor Penyebab dan Dampaknya bagi Masyarakat. Jurnal
Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 3 tahun 2003, hlm. 6
[6] Adrian Sutedi, “Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang,
Merger, Likuidasi, dan kepailitan”. Cetakan Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),
hal 18.
[7] Meynyeng.wordpress.com/2010/03/26/money-landering-politik-cuci-uang/
di akses 13 mei 2013 14.00 WIB
0 komentar:
Posting Komentar