Positif Thinking

Justitia Rueat Colouem : Hukum tetap harus di tegakkan Meski langit akan Runtuh

Sabtu, 03 Mei 2014

makalah money loundry


MONEY LAUNDERING


 














Diajukan guna memenuhi tugas dalam mata kuliah Kriminologi
Dosen Pengampu : Siti Jahroh, SHI.

oleh : Mazka Kaukab Izzudin Akmal
NIM : 11360049




JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

Istilah money laundering ada yang menterjemahkan dengan pemutihan uang atau pencucian uang. “Pemutihan” memberi kesan, bahwa uang yang sebelumnya “haram” atau “tidak sah”, karena merupakan hasil kejahatan, setelah melalui proses tertentu menjadi “halal” atau “sah”, seperti halnya pemutihan pemberian izin mendirikan bangungan bagi yang belum memiliki izin. Sementara istilah “pencucian” tidak menggambarkan adanya proses dar “haram” menjadi “halal”. Dengan demikian terjemahan istilah money laundering dengan istilah “pencucian uang” dirasakan lebih tepat.
Pemicu dari tindak pidana pencucian uang sebenamya adalah suatu tindak pidana atau aktivitas kriminal, seperti perdagangan gelap narkotika, korupsi dan penyuapan. Kegiatan money laundering ini memungkinkan para pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul sebenamya dari suatu dana atau uang hasil tindak pidana yang dilakukan. Melalui kegiatan ini pula para pelaku akhimya dapat menikmati dan menggunakan hasil tindak pidananya secara bebas seolah-olah tampak sebagai hasil kegiatan yang sahllegal dan selanjutnya mengembangkan lagi tindak pidana yang dilakukannya. Dengan semakin berkembang hasil tindak pidana dan tindak pidana itu sendiri, mereka dapat mempunyai pengaruh yang kuat di bidang ekonomi atau politik yang sudah tentu dapat merugikan orang banyak.
Masalah money laundering belakangan makin mendapat perhatian khusus dari dunia internasional. Perhatian dipicu dengan semakin banyaknya tindak kejahatan ini dari waktu ke waktu, sementara kebanyakan negara belum menetapkan sistem hukumnya untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan yang harus diberantas. Mantan Direktur Internasional Monetery Fund (IMF) Michel Camdessus pernah mengungkapkan bahwa diperkirakan volume dari money laundering adalah antara 2 hingga 5 persen GDP dunia.[1]
Pada tanggal 22 Juni 2001, FATF memasukkan Indonesia, disamping 19negara lainnya ke dalam daftar hitam Non Coperative Countries or Territories(NCCTs) atau kawasan yang tidak koperatif dalam menangani kasus money laundering. Kesembilan belas Negara lain adalah Mesir, Rusia, Hongaria, Israel,Libanon, Filipina, Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Republik Dominika, Guatemala, St.Kits dan Nevis, St.Vincvent dan Grenadines serta Ukraina.[2]



















BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian
money laundry adalah merupakan istilah hukum. Yang dipermasalahkan adalah legalitas dari sumber pendapatan atau kekayaan illegal tersebut. pemutihan uang dapat disebut sebagai suatu cara atau proses untuk merubah uang haram yang sebenarnya dihasilkan dari sumber illegal sehingga seolah – olah menjadi berasal dari sumber yang halal.[3]
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memberi pengertian tentang pencucian uang yaitu menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Dalam tindak pidana pencucian uang terkait dua tindak pidana, yaitu kejahatan menghasilkan uang haram (misalnya korupsi) dan pencucian uang haram. Kualifikasi tindak pidana pencucian uang dirumuskan sebagai penempatan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama orang lain. [4]
pendapat lain, money laundry  adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang berasal dari kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan ( financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang halal.[5]

B.     Landasan Yuridis
Pada tanggal 17 April 2002 telah diundangkan UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Lembaran Negara No. 30. UU ini tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan pencucian uang, hanya dalam penjelasan dinyatakan bahwa upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenal sebagai pencucian uang (money laundering). Tindak pidana tersebut adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 Undang-Undang ini yakni harta kekayaan yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau nilai setara yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari kejahatan korupsi; penyuapan; penyeludupan barang; penyeludupan tenaga kerja; penyeludupan imigran; perbankan; narkotika; psikotropika; perdagangan budak, wanita, dan anak; perdagangan senjata gelap; penculikan; terorisme; pencurian; penggelapan; penipuan, yang dilakukan baik di wilayah RI atau di luar wilayah RI dan kejahatan tersebut merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Kemudia undang-undang tersebut diperbaharui menjadi Undang-undang No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang berupaya untuk meminimalisir pencucian uang, sampai dengan saat ini pelaksanaan UU tersebut berupaya terus ditingkatkan.



C.     Sanksi Hukum
Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 dimuat dalam
- pasal 3 :
(1)  Setiap orang yang dengan sengaja:
a.    menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain;
b.    mentransfer Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain;
c.    membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
d.    menghibahkan atau menyumbangkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
e.    menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
f.     membawa ke luar negeri Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana; atau
g.    menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
(2)  Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
- Pasal 6
(1) Setiap orang yang menerima atau menguasai:
a.       penempatan;
b.      pentransferan;
c.       pembayaran;
d.      hibah;
e.       sumbangan;
f.       penitipan; atau
g.       penukaran,
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi Penyedia Jasa Keuangan yang melaksanakan kewajiban pelaporan transaksi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.


- Pasal 7
Setiap Warga Negara Indonesia dan/atau korporasi Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Dari pasal-pasal di atas, ditunjukkan adanya pengaturan terhadap jenis-jenis tindak pidana sebagai berikut :
1. Tindak pidana pencucian uang : yaitu tindakan untuk menempatkan, mentransfer, membayar/membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga lainnya, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut.
2.  Tindak pidana percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.

D.     Unsur-unsur
Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 2002, mendefinisikan Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolah-seolah menjadi Harta Kekayaan yang sah.


Pendefinisian di atas mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Pelaku
b. Transaksi keuangan atau alat keuangan atau finansial untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah
c. Merupakan hasil tindak pidana
ü  Pelaku
Dalam UU No. 15 Tahun 2002 maupun perubahannya dalam UU No. 25 Tahun 2003, digunakan kata “setiap orang”, dimana dalam Pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Sementara pengertian korporasi terdapat dalam Pasal 1 angka 3 yang menyatakan bahwa Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

ü  Transaksi keuangan atau alat keuangan atau finansial untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah
Istilah transaksi jarang atau hampir tidak dikenal dalam sisi hukum pidana tetapi lebih banyak dikenal pada sisi hukum perdata, sehingga undang-undang tindak pidana pencucian uang mempunyai ciri kekhususan yaitu di dalam isinya mempunyai unsur-unsur yang mengandung sisi hukum pidana maupun perdata. UU No. 25 Tahun 2003 mendefinisikan Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, termasuk kegiatan  entransferan dan/atau pemindahbukuan dana yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan. Transaksi keuangan yang menjadi unsur pencucian uang adalah transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai yang belum dilaporkan dan mendapat persetujuan dari Kepala PPATK. Definisi Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah (Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003) :
a. transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan;
b. transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; atau
c. transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana, dandefinisi Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai diatur dalam Pasal 1 angka 8 UU No. 25 Tahun 2003 adalah transaksi penarikan, penyetoran, atau penitipan yang dilakukan dengan uang tunai atau instrumen pembayaran lain yang dilakukan melalui Penyedia Jasa Keuangan.

ü  Merupakan hasil tindak pidana 
Penyebutan tindak pidana pencucian uang salah satunya harus memenuhi unsur adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU No. 25 Tahun 2003, dimana perbuatan melawan hukum tersebut terjadi karena pelaku melakukan tindakan pengelolaan atas harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana. Pengertian hasil tindak pidana dinyatakan pada Pasal 2 UU No. 25 Tahun 2003 yang telah mengubah UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang dalam pembuktian nantinya hasil tindakan pidana akan merupakan unsur-unsur delik yang harus dibuktikan. Pembuktian apakah benar harta kekayaan tersebut merupakan hasil tindak pidana adalah dengan membuktikan ada atau terjadi tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan tersebut, pembuktian disini bukan untuk membuktikan apakah benar telah terjadi tindak pidana asal (predicate crime) yang menghasilkan harta kekayaan.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan dewasa ini, banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang mengingat sektor inilah yang banyak menawarkan jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi perbankan, dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang pada umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan.[6]
E.     Fakor – Faktor Penyebab Terjadinya Money Laundering
ü  Globalisasi system keuangan.
ü  Kemajuan dibidang teknologi. Dalam hal ini yang paling mendorong maraknya pencucian uang adalah teknologi di bidang informasi. Salah satunya adalah kemunculan internet di dunia maya (cyber space). Dengan kemajuan teknologi informasi tersebut, bata batas Negara-negara. Kejahatan-kejahatan tersebut kemudian berkembang menjadi kejahatan – kejahatan transnasional.
ü  Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat pada suatu Negara.
ü  Munculnya jenis uang baru yang disebut electronic money (e-money), yang tidak terlepaskan dengan maraknya electronic commerce (e-commerce) melalui internet.
ü  Ketentuan perbankan di suatu Negara yang memperbolehkan penggunaan nama samara atau anonym bagi nasabah (individu dan korporasi) yang menyimpan dana di suatu bank.
ü  Karena dimungkinkannya praktik pencucian uang dilakukan secara layering (pelapisan).[7]


F.                 Kesimpulan

Ø        money laundry  adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang berasal dari kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan ( financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang halal.
Ø        Landasan Yuridis, Pada tanggal 17 April 2002 telah diundangkan UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Lembaran Negara No. 30. UU ini tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan pencucian uang, hanya dalam penjelasan dinyatakan bahwa upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenal sebagai pencucian uang (money laundering).
Ø        Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 dimuat dalam : pasal 3, pasal 6, pasal 7 dsb.
Ø        Unsur – unsur tindak pidana money laundering : Pelaku, Transaksi keuangan atau alat keuangan atau finansial untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah, Merupakan hasil tindak pidana.


Ø  Factor – factor tindak pidana money laundering : Globalisasi system keuangan, Kemajuan dibidang teknologi, Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat pada suatu Negara, Munculnya jenis uang baru yang disebut electronic money (e-money), yang tidak terlepaskan dengan maraknya electronic commerce (e-commerce) melalui internet, Ketentuan perbankan di suatu Negara yang memperbolehkan penggunaan nama samara atau anonym bagi nasabah (individu dan korporasi) yang menyimpan dana di suatu bank, Karena dimungkinkannya praktik pencucian uang dilakukan secara layering (pelapisan).



















DAFTAR PUSTAKA

v  Siahaan, N.H.T,Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan., Mengurai UU No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan : 2002)
v  Edi Setiadi Bunga Rampai Hukum Pidana. Fakultas Hukum UNISBA, Bandung, 2005, hlm.122.
v  http://0sprey.wordpress.com/2012/05/29/pengertian-dan-metode-tindak-pidana-pencucian-uang/ di     akses 13 mei 2013 14.00 WIB
v  Remy Syahdaeni, Pencucian Uang : Pengertian, Sejarah, Faktor – faktor Penyebab dan Dampaknya bagi Masyarakat. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 3 tahun 2003, hlm. 6
v  Adrian Sutedi, “Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan  kepailitan”.   Cetakan Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2008)
v  Meynyeng.wordpress.com/2010/03/26/money-landering-politik-cuci-uang/ di akses 13 mei 2013 14.00 WIB




[1] Siahaan, N.H.T,Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan., Mengurai UU No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan : 2002), hal.1.
[2] “Ibid”, hal 2.
[3] Edi Setiadi Bunga Rampai Hukum Pidana. Fakultas Hukum UNISBA, Bandung, 2005, hlm.122.
[4] http://0sprey.wordpress.com/2012/05/29/pengertian-dan-metode-tindak-pidana-pencucian-uang/ di     akses 13 mei 2013 14.00 WIB
[5] Remy Syahdaeni, Pencucian Uang : Pengertian, Sejarah, Faktor – faktor Penyebab dan Dampaknya bagi Masyarakat. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 3 tahun 2003, hlm. 6
[6] Adrian Sutedi, “Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan  kepailitan”.   Cetakan Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 18.
[7] Meynyeng.wordpress.com/2010/03/26/money-landering-politik-cuci-uang/ di akses 13 mei 2013 14.00 WIB

0 komentar:

Posting Komentar