Positif Thinking

Justitia Rueat Colouem : Hukum tetap harus di tegakkan Meski langit akan Runtuh

Rabu, 07 Mei 2014

Pengantar hukum perkawinan islam


HUKUM PERKAWINAN ISLAM


  1. Pengertian perkawinan: Dari segi bahasa perkawinan terjemahan dari kata nakaha dan zawaja yang berarti pasangan. Kata zawaja dalam berbagai bentuknya disebut tidak kurang 80 kali dalam al-Qur’an, sementara kata nikah dalam berbagai bentuknya ditemukan 23 kali (Khoirudin, 2004:15)
Dari segi istilah: (1) Akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz nakaha atau zawaja sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifuddin, 2006:37). (2) akad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki-laki dan perempuan (hubungan suami-istri) dan saling tolong menolong dan memberi batasan hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak (Muhammad Abu Zahrah: 19).

عقد يفيد حل العشرة بين الرجل والمرأة , وتعاونهما , ويحدد مالكليهما من حقوق وما عليه من واجبات              Ulama Syafi’iyyah merumuskan: عقد يتضمن اباحة الوطء بلفظ انكاح او تزويج  , ulama Hanafiyyah: عقد وضع لتمليك المتعة بالانثى قصدا  , ulama Malikiyah: , عقد تمليك انتفاع با لبضع وسائر بدن  الزوجة     
 ulama Hanabilah: عقد  بلفظ انكاح او تزويج على منفعة الاستمتاع  Abd Al-Rahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-‘Arba’ah, (Bairut: Dar al-Fikr).  

Pengertian perkawinan menurut UU. No. 1 Tahun 1974: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal  berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. (Pasal 1)
KHI: Pasal  2: Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan , yaitu akad yang sangat kuat Atau mitsaqan galidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, Pasal 2: Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang samarah (sakinah, mawaddah, warahmah).

  1. Dasar hukum perkawinan: antara lain QS. An-Nur ayat 32 yang artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak untuk kawin di antara hamba-hamba sahayamu yg laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah yang akan memberikan kemampauan kepada mereka dengan karunia-Nya.
Hadis Nabi dari Abdullah bin Mas’ud yang artinya: Wahai para pemuda siapa diantara kamu telah mempunyai kemampuan dari segi al-baah (kemampuan fisik dan ekonomi) hendaklah ia kawinkarena perkawinan itu lebih menutup mata dari penglihatan yang tidak baik dan lebih menjaga kehormatan. Dan bia ia tidak mampu untuk kawin hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu baginya pengekang hawa nafsu.
Fuqaha dalam menetapkan hukum asal perkawinan terdapat perbedaan pendapat. Jumhur berpendapat sunnah, Golongan Zahiriyah berpendapat wajib, 

  1. Status perkawinan: Al-Qur’an menjelaskan bahwa status ikatan perkawinan antara suami dan istri yang disebut dengan ijab dan kabul  sebagai hubungan dan ikatan yang melebihi ikatan-ikatan yang lain seperti disebutkan dalam al-Qur’an sebagai perjanjian yang kuat/kokoh,  antara lain dalam QS. Al-Ahzab:7 dan an-Nisa:21  wa akhadzna minhum/minkum mitsaqan ghalidhan  (Khoiruddin: 21-26
  2. Tujuan dan Hikmah perkawinan
Tujuan Perkawinan:
    1. Reproduksi dan regenerasi (mendapatkan dan melangsungkan keturunan)
    2. Memenuhi hajat manusia untuk menya lurkan kebutuhan biologisnya dan menumpahkan kasih sayangnya
    3. Memenuhi panggilan agama dan memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan (ibadah dan menjaga kehormatan)
    4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban
    5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dsar cinta kasih sayang (memperoleh kehidupan samarah=sakinah mawaddah warahamah) (lihat Prof. Khoiruddin, 35-44 dan Fiqh Abd. Rahman, Fiqh Munakahat: hlm. 24, bandingkan dengan Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, hlm. 11 )
Hikmah Pekawinan:
1.      Menghindari terjadinya perzinahan
2.      Merendahkan pandangan mata dari melihat perempuan yang diharamkan
3.      Menghindari penyakit kelamin yang diakibatkan oleh hubungan sek bebas seperti aids
4.      Menumbuhkembangkan kemantapan jiwa dan kedewasaan serta tanggung jawab kepada keluarga
5.      Nikah merupakan setengah dari agama (Mardani, hlm. 11)

  1. Prinsip=prinsip perkawinan
    1. Musywarah dan demokrasi
    2. Menciptakan Rasa Aman dan Tenteram dalam Keluarga
    3. Menghindari adanya kekerasan
    4. Hubungan suami dan istri sebagai hubungan patner
    5. Prinsip keadilan (Khoiruddin, 52-64)  
 Prinsip-prinsip perkawinan dalam UUP
1.      Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isrteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya masimg-masing..
2.      Perkawinan dilakukan menurut hukum masing2 agama dan kepercayaannya. Di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peragturan per-uu yang berlaku
3.      Perkawinan menurut UUP menganut asas monogami (terbuka)
4.      Calon pasutri harus telah matang jiwa raganya utk dapat melangsungkan perkawinan
5.      Mempersulit terjadinya perceraian
6.      Hak dan kedudukan suami isteri seimbang






 

Text Box: MAHRAM MU’AQQATAN
 









                                                                                                                           
NASAB
 
MUSHAHARAH
 
RADA’
 
 


              


Keterangan:
Nasab: berdasarkan surat al-Nisa ayat 23
Mushaharah: al-Nisa ayat 22, 23
Rada’: al-Nisa ayat 23
Mahram yang bersifat temporal: 1. isteri yang sudah ditalak tiga, 2. Perempuan yg memiliki ikatan perkawinan dg laki-laki lain, 3. Perempuan yg tidak beragama samawi, 4. Saudara perempuan isteri dan para mahramnya











A. Pengertian Rukun dan Syarat Perkawinan
1. Pengertian rukun dan syarat perkawinan:

الركن عند الحنفية ما يتوقف عليه وجود الشيء ويكون جزءا داخلا فى حقيقته             والشرط عندهم ما يتوقف عليه وجود الشيء ولم يكن جزءا من حقيقته              والركن عند الجمهور ما به قوام الشيء ووجوده فلا يتحقق إلا به أو    مالابد منه,          والشرط عندهم ما يتوقف عليه وجود الشيء وليس جزءا منه                            

Artinya: Rukun menurut ulama Hanafiyah adalah hal-hal yang menentukan keberadaan sesuatu  , dan menjadi bagian di dalam esensinya. Sedangkan syarat menurut mereka adalah hal yang menentukan keberadaan sesuatu, dan bukan merupakan bagian di dalam esensinya.
Rukun menurut jumhur ulama adalah hal-hal yang menyebabkan keberadaan sesuatu. Sesuatu tersebut tidak akan terwujud melainkan dengannya, atau dengan kata lain, merupakan hal yang harus ada. Sedangkan syarat menurut mereka adalah hal-hal yang menentukan keberadaan sesuatu  dan bukan merupakan bagian darinya.    
Rukun pernikahan menurut ulama hanafiyah: hanya ijab dan qabul saja. Sedangkan menburut jumhur ada empat, yaitu shigat (ijab-qabul), istri, suami, dan wali. Suami dan wali 2 orang yang mengucapkan akad. Sedangkan ma’qud alaih-nya (yang dijadukan akad) adalah al-istimta’ (bersenag-senang) yang merupakan tujuan kedua mempelai dalam melangsungkan perkawinan
الشهادة : اتفقت المذاهب الاربعة على أن الشهادة شرط فى صحة الزواج, فلا يصح بلا شهادة اثنين غير الولى, لقوله ص.م. فيما روته عائشة : لا نكاح إلا بولى وشاهدى عدل                                                            
Syarat-syarat saksi:
  1. Mempunyai kapabilitas utk mengemban persaksian, yakni telah balig dan berakal
  2. Dengan kehadiran mereka hendaknya terwujud makna pengumuman akan adanya pernikahan
  3. Hendaknya mampu menghargai pernikahan ketika menghadirinya
  4. Laki-laki. Merupkan syarat menurut mayoritas ulama fikih selain Hanafiyah. Ulama Hanafiyah boleh 1 laki-laki dan 2 orang perempuan.
  5. Adil. Mayoritas ulama berpendapat (dalam 2 pendapat yg paling kuat dari   pendapat imam Ahmad dan pendapat yg benar menurut imam al-Syafi’i tidak sah kesaksian orang yg fasik. Ulama Hanfiyah berpendapat keadilan bukan merupakan syarat persaksian.
  6. Islam, disepakati oleh seluruh ulama.
  7. Dapat melihat
  8. Mendengar perkataan para pihak yg berakad.
الولى: هو شرط عند الجمهور غير الحنفية , فلا يصح الزواج إلا بولى لقوله تعالى : فلا تعضلوهن أن ينكحن أزوجهن, ولقوله ص.م. لا نكاح إلا بولى.
Ulama Hanafiyah (sebagaimana riwayat yg jelas dari Abu Hanifah dan Abu Yusuf: Bagik perempuan  berakal yg telah balig boleh menikahkan dirinya sendiri dan putrinya yg masih kecil. 

0 komentar:

Posting Komentar